Nasionalisme di Tapal Batas Dunia Maya
Saya melihat seri artikel Nasionalisme di Tapal
Batas di Koran KOMPAS. Artikel ini membahas apa arti nasionalisme bagi para
penduduk di perbatasan wilayah NKRI.
Tapi anehnya, tidak satu pun orang terpikir buat mengungkit soal Nasionalisme di dunia maya. Saya tidak bicara perseteruan Indonesia Malaysia di forum dan internet, sebab bagi saya itu tidak mencerminkan fenomena dunia Maya. Ataupun membahas prestasi para atlit game Indonesia yang mengharumkan nama bangsa diberbagai turnamen internasional.
Tapi anehnya, tidak satu pun orang terpikir buat mengungkit soal Nasionalisme di dunia maya. Saya tidak bicara perseteruan Indonesia Malaysia di forum dan internet, sebab bagi saya itu tidak mencerminkan fenomena dunia Maya. Ataupun membahas prestasi para atlit game Indonesia yang mengharumkan nama bangsa diberbagai turnamen internasional.
Saya ingin membahas mengenai sebuah fenomena yang jarang
sekali orang perhatikan. Landasan fenomena ini adalah perkembangan dunia maya
dalam dua segi, yaitu: Perangkat kasar (hardware) komputerisasi saat ini yang
sangat mendukung kebutuhan main game para konsumennya yang jelas sudah jadi
kebutuhan primer di abad ini.
Kita bisa melihat pasar dunia game terus
bertumbuh, menggila, hingga menjadi industri raksasa yang bisa melalap 10x APBN
negara kita dengan mudah. Jumlah gamer mencapai jutaan, jika bukannya sudah
milyaran orang. Lalu dari segi infrastruktur, kabel optik dan layanan akses
internet murah menyediakan sebuah landasan bagi kecepatan yang memadai buat
saling menukar informasi, membangun sebuah platform atau cetakan yang luar
biasa mumpuni, termasuk untuk membangun sebuah negeri di ranah maya.
Ajaibnya Dunia Maya
Dunia dan ranah maya melahirkan fenomena ajaib.
Pernahkah anda membayangkan betapa hebatnya umat manusia bisa mencetak “petak-petak,
bangunan, tanah, uang, ruang, dan waktu” dalam dunia Maya? Dan betapa kagum dan
juga ngerinya melihat anak-anak zaman sekarang berani menukarkan uang betulan
dengan uang di dalam permainan dunia Maya? Saya punya selusin teman yang siap
bersaksi mereka menambang uang dari sana. Salah seorang teman saya melihat
sendiri seorang anak SMP memberikan koper penuh uang (puluhan juta rupiah) demi
membeli karakter game yang ia jual. Meski kegiatan tukar menukar antara uang
mainan ini dilarang oleh admin game, tapi di setiap game online yang popular
selalu ada penjual dan pembelinya. Padahal, di RL, siapa yg mau beli uang
Monopoli atau uang bergambar nyeleneh? Sungguh ajaib orang kini menganggap
ranah Maya, dengan identitas palsu mereka, peran mereka, sebagai bagian diri
mereka.
Mana Identitas Negeriku?
Jika demikian, apakah ada identitas bangsa kita di
sana? Adakah nasionalisme di sana? Saya hanya bisa menggelengkan kepala. Yang
ada dalam hampir semua game online, menurut saya, hanyalah kesukuan. Ambil
contoh: dalam permainan ragnarok online, beberapa pemain yang terjalin ikatan
khusus sepakat membentuk Guild atau persekutuan. Para anggotanya rela berjuang
demi kepentingan Guild. Beberapa Guild saling membuat aliansi atau membuat anak
Guild. Sampai di sana saja konsep “kesukuan” mentok. Bahkan jika salah satu
Guild mengontrol sebuah benteng atau kota, ia hanya bisa dikatakan Raja sebuah
kota dengan nama antah berantah, dalam dunia antah berantah. Jika ia berbicara
kepada penduduk Indonesia di dunia nyata mengenai pencapaiannya, prestasinya,
maka para penduduk negeri kita yang tercinta ini hanya bisa mengangkat bahu dan
mengacuhkannya. Tidak peduli. Sebab tidak ada jalinan emosi bagi mereka. Mereka
tidak paham dan tidak turun langsung terhadap Guild atau permainan itu. Satu-satunya
permainan yang berhasil mengawinkan, memanfaatkan, dan memancing keasyikan
bermain game dengan semangat nasionalisme adalah genre Republik.
UNIK!
Dengan sengaja memberikan setting peta dunia betulan, negara betulan sebagai wadah nasionalisme dan tanah air tempat para warga lahir, lalu memberikan teritori dan batasannya yang akurat, lalu sistem interaksi dengan negara-negara lain berupa militer dan pakta, sistem politik partai, DPR, dan Presiden, lalu sistem ekonomi, lalu media massa yang bersifat dari pemain, oleh pemain, dan untuk pemain,….. dan slogannya “menulis ulang sejarah”, tidak heran permainan ini ditakdirkan untuk menjadi unik dan serius. Sebab orang bermain jauh lebih serius saat harga diri bangsa dipertaruhkan.
Dengan sengaja memberikan setting peta dunia betulan, negara betulan sebagai wadah nasionalisme dan tanah air tempat para warga lahir, lalu memberikan teritori dan batasannya yang akurat, lalu sistem interaksi dengan negara-negara lain berupa militer dan pakta, sistem politik partai, DPR, dan Presiden, lalu sistem ekonomi, lalu media massa yang bersifat dari pemain, oleh pemain, dan untuk pemain,….. dan slogannya “menulis ulang sejarah”, tidak heran permainan ini ditakdirkan untuk menjadi unik dan serius. Sebab orang bermain jauh lebih serius saat harga diri bangsa dipertaruhkan.
Evolusi, Revolusi, dan
Bangkitnya Bangsa Utuh di Ranah Maya
Dari skema ini wajar timbul dinamika politik, sosial, dan bernegara. Dibentuk dari tataran terkecil berupa rakyat, pengusaha, militer, para penulis media, hingga tokoh partai, massa partai, politikus, anggota DPR, hingga aparat DPR, Kabinet, Presiden, bahkan kaum separatis. Dalam latar ini, semua orang memainkan peran mereka sendiri (dalam bentuk nama id, jenis kelamin, peran, gaya, nada, tulisan, dan ideologi), tapi anehnya selalu bergravitasi kepada negara mereka sendiri.
Meski para pemain pada kenyataannya jantan di RL tapi mengaku betina di dunia maya, meski mereka berpaham Kapitalis di RL tapi ikut partai Sosialisme atau bahkan Komunis di dalam game, mereka tak bisa menanggalkan sifat Nasionalisme ini. Mereka tak bisa tidak bangga menggunakan bahasa Indonesia, istilah Indonesia, budaya Indonesia, bahkan berusaha menyebarkan hal-hal ini ke seluruh New World. Para pemain bergabung juga karena rasa Nasionalisme.
Dari skema ini wajar timbul dinamika politik, sosial, dan bernegara. Dibentuk dari tataran terkecil berupa rakyat, pengusaha, militer, para penulis media, hingga tokoh partai, massa partai, politikus, anggota DPR, hingga aparat DPR, Kabinet, Presiden, bahkan kaum separatis. Dalam latar ini, semua orang memainkan peran mereka sendiri (dalam bentuk nama id, jenis kelamin, peran, gaya, nada, tulisan, dan ideologi), tapi anehnya selalu bergravitasi kepada negara mereka sendiri.
Meski para pemain pada kenyataannya jantan di RL tapi mengaku betina di dunia maya, meski mereka berpaham Kapitalis di RL tapi ikut partai Sosialisme atau bahkan Komunis di dalam game, mereka tak bisa menanggalkan sifat Nasionalisme ini. Mereka tak bisa tidak bangga menggunakan bahasa Indonesia, istilah Indonesia, budaya Indonesia, bahkan berusaha menyebarkan hal-hal ini ke seluruh New World. Para pemain bergabung juga karena rasa Nasionalisme.
Saya sudah sebutkan di atas: Indonesia menguasai
Australia? Argentina? Afrika Selatan? Amerika? cukup menggugah. Sebuah fenomena
lain (nanti akan dibahas di kolum: Kala RL Bertemu eRep) adalah fenomena dibawa
sertanya perseteruan antar negara di RL ke dalam permainan.
Tapi, ke arah mana Nasionalisme ini membawa
eIndonesia? Semangat segelintir pemain eRepublik yang ingin mengharumkan nama
bangsa eIndonesia nyatanya berhasil membentuk eIndonesia sebagai negara
Adidaya, Imperialis, berpaham Sosialisme, dan kultur budaya yang tegas dan
berwibawa bagi orang asing, tapi panas, tajam, dan fun di dalam dinamika
politik dalam negerinya.
Tidak hanya melulu jadi makanan kaum elit politik dan aneka sandiwara yang mereka mainkan dalam kenyataan di RL. Muak kita melihat elit politik yang tak membumi, merakyat, dan tak bisa disentuh, untouchable, invulnerable, sekaligus muka tembok terhadap amanat derita rakyat.
Tidak hanya melulu jadi makanan kaum elit politik dan aneka sandiwara yang mereka mainkan dalam kenyataan di RL. Muak kita melihat elit politik yang tak membumi, merakyat, dan tak bisa disentuh, untouchable, invulnerable, sekaligus muka tembok terhadap amanat derita rakyat.
Indonesia yang terpuruk di dunia nyata menjadikan
semangat para pemain dan para Bapak dan Ibu (Presiden pertama eIndonesia adalah
perempuan) dan Pendiri Bangsa eIndonesia membara untuk tidak mengulang nasib
bangsa di dunia nyata.
BERLAWANAN DENGAN LOGIKA
NYATA
Berlawanan dengan kenyataan di lapangan yang
menggenaskan dan anehnya telah kita terima bulat-bulat dan kita lakoni juga
(kita semua sesungguhnya terbenam dalam budaya koruptor) :
Korupsi hampir tidak ada dalam kabinet dan
pemerintahan. Guild-guild berupa Partai Politik asyik bersaing memperebutkan
tampuk kekuasaan, tapi siapa pun yang menduduki tampuk tertinggi, semua akan
didukung seluruh rakyat.
Kinerja pemerintahan berlangsung sangat apik untuk ukuran manusia-manusia yang jarang atau TIDAK PERNAH saling bertemu muka, hanya berbagi informasi lewan papan ketik dan layar monitor komputer atau hape, namun rela bahu membahu begini rupa membangun sebuah negeri, layak dipertanyakan apakah moral, etika, semangat saling memercayai, atau semangat nasionalisme yang luhur itu sudah pudar dari lubuk hati warga eIndoensia.
Kinerja pemerintahan berlangsung sangat apik untuk ukuran manusia-manusia yang jarang atau TIDAK PERNAH saling bertemu muka, hanya berbagi informasi lewan papan ketik dan layar monitor komputer atau hape, namun rela bahu membahu begini rupa membangun sebuah negeri, layak dipertanyakan apakah moral, etika, semangat saling memercayai, atau semangat nasionalisme yang luhur itu sudah pudar dari lubuk hati warga eIndoensia.
Lalu jutaan bit huruf dan gambar, ratusan ribu
menit yang didedikasikan para penulis koran dan penggagas artikel di eIndonesia
dari lahir hingga sekarang menjadi saksi bahwa demokrasi tak pernah padam. Juga
semangat untuk mencintai eIndonesia lewat kepedulian, gagasan, dan cara bermain
yang khas dari masing-masing pemain. Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma
Mangrwa.
Utopia
Negeri yang idealkah? Tidak juga. Banyak skandal,
kritik, perang idealisme, perang kebijakan, debat tak kunjung berakhir di rapat
DPR, konflik antara pengusaha dan rakyat kecil, subsidi, Partai Politik, regu
militer, bahkan aksi mata-mata ala BAKIN ada di dalam permainan ini.
Tapi semua adalah dalam naungan satu atap. Negeri
Kesatuan Republik eIndonesia.
Inilah wujud suara rakyat (ingat bahwa: gamer pun rakyat) di dunia Maya. Inilah Nasionalisme yang bisa diakses siapa saja dengan modal komputer dan internet, yang hidup dan berkembang sesuai dinamika dan kontribusi semua orang. Inilah jenis Nasionalisme yang bisa dibicarakan kepada orang-orang non-eRepublik: “eIndonesia menguasai Australia loh!” dengan rasa bangga dan eksotik, membangkitkan impian dan hasrat mereka menyaksikan dan berkontribusi sendiri kepada Indonesia perkasa tanpa harus menanti sampai munculnya Ratu Adil. Inilah suara rakyat yang menghendaki eIndonesia sebagai negara yang kuat, bersih, berwibawa, berdinamika, dan berbudaya. Tanyakanlah kepada orang eMancanegara, baik sekutu maupun lawan, dan mereka akan kurang lebih berkata: “We know eIndonesia. They are strong country, one of the best Empire ever, and knows how to play and keep their cool and fun side. Respect!”
Inilah wujud suara rakyat (ingat bahwa: gamer pun rakyat) di dunia Maya. Inilah Nasionalisme yang bisa diakses siapa saja dengan modal komputer dan internet, yang hidup dan berkembang sesuai dinamika dan kontribusi semua orang. Inilah jenis Nasionalisme yang bisa dibicarakan kepada orang-orang non-eRepublik: “eIndonesia menguasai Australia loh!” dengan rasa bangga dan eksotik, membangkitkan impian dan hasrat mereka menyaksikan dan berkontribusi sendiri kepada Indonesia perkasa tanpa harus menanti sampai munculnya Ratu Adil. Inilah suara rakyat yang menghendaki eIndonesia sebagai negara yang kuat, bersih, berwibawa, berdinamika, dan berbudaya. Tanyakanlah kepada orang eMancanegara, baik sekutu maupun lawan, dan mereka akan kurang lebih berkata: “We know eIndonesia. They are strong country, one of the best Empire ever, and knows how to play and keep their cool and fun side. Respect!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar