Indonesia adalah suatu Negara yang didalamnya
terdiri dari berbagai suku bangsa dan menempati suatu wilayah yang merupakan
wilayah kepulauan terluas di dunia. Maka Negara Indonesia membutuhkan suatu
rasa kebangsaan yang disebut dengan nasionalime. Nasionalime adalah suatu paham
yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Hal ini dapat dilihat di
Negara Indonesia yang dimana ketika itu bangsa Indonesia berjuang untuk meraih
dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, hal ini sama halnya dengan usaha
untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara, dengan
konsep yang sebagaimana terdapat pada teks proklamasi yang telah dibacakan pada
hari Jum’at tanggal 17 agustus 1945 di Jakarta. Pada waktu itu rakyat Indonesia
memiliki rasa nasionalime yang kuat, dari sabang sampai merauke rakyat
Indonesia menantikan moment tersebut yang kini diperingati sebagai hari
kemerdekaan Indonesia.
Pada waktu itu adalah titik puncak perjuangan para
pahlawan dan pemuda untuk memperjuangkan bangsa indonesai dalam satu kesatuan
sebagai Negara yang berdaulat dan lepas dari penjajahan bangsa lain. Tapi kini
di era moderenisasi Indonesia, nasionalime yang telah diperjuangkan oleh para
pahlawan dan nenek moyang kita dari tiga seperempat abad silam
seakan-akan tidak begitu dapat kita rasakan kembali bahkan dapat dikatakan rasa
nasionalime tersebut telah hilang dari dada seorang pemuda Indonesia. Hilangnya
rasa nasionalisme di dada seorang pemuda Indonesia dapat dilihat dari beberapa
aspek, antara lain adalah Budaya, Ekonomi, Kepemimpinan dan Kehidupan Sosial di
Indonesia masa kini.
Nasioanalisme Dalam Kebudayaan
Masa Kini Di Indonesia
Budaya adalah keseluruhan sistem sosial
masyarakat. Budaya masa kini di Indonesia lebih dikenal dengan budaya Moderen.
Budaya modern banyak diadopsi dari budaya barat, karena hingga saat ini kiblat
dari kebudayaan teknologi serta informasi masih sedang dikuasai oleh barat,
yaitu Negara-negara uni Eropa dan Amerika. Sehingga otomatis didukung dengan
adanya globalisasi dan paham liberal pada masa kini menyebabkan sebagian
bangsa-bangsa timur mengalami krisis kebudayaan, salah satu Negara yang
menerima dampak tersebut adalah Indonesia. Negara Indonesia telah mengalami
krisis kebudayaan yang saat ini bisa dilihat telah mendekati masa kritis. Hal
ini bisa dilihat dari pemuda-pemuda Indonesia yang telah kehilangan orientasi
kebudayaan.
Didukung dengan adanya kemajuan teknologi dan
informasi di era modern saat ini banyak diantara pemuda Indonesia yang telah
merubah gaya hidup mereka seperti yang mereka dapatkan di televise,internet,
majalah atau media informasi di masyarakat yang posisinya selalu update
informasi yang terbaru dan terpopuler di masa modern ini. Ditambah lagi ketika
globalisasi masuk di Indonesia, seakan-akan ruang dan waktu dipersempit tidak
ada batas antar satu daerah dan daerah lain dipelosok Negara di dunia. Mereka
pemuda-pemuda Indonesia masa kini lebih suka dengan kebudayaan yang dikenakan
oleh bangsa barat, karena pada saat ini merekalah yang berkauasa atas
trendsetter peradaban di dunia dari teknologi hingga fashion serta gaya hidup.
Akbat dari hal tersebut maka tanpa disadari sedikit demi sedikit rasa
nasionalisme di dada para pemuda mulai hilang. Ketika kebudayaan Indonesia yang
telah ada diambil oleh Negara asing maka sebagian besar dari bangsa Indonesia
marah tidak terkecuali pemuda Indonesia.
Tapi mungkinkah di balik isu marahnya atau
tersinggungnya bangsa Indonesia ketika kebudayaan aset Negara Indonesia di
ambil oleh Negara lain dipengaruhi oleh suatu oknum yang memprovokasi bangsa
serta pemuda Indonesia untuk marah kepada mereka yang telah mengambil asset
budaya Negara Indonesia sebagai kepentingan pribadi mereka. Mungkin dapat
dikatakan bahwa hal ini wajar tapi ironisnya adalah bangsa ini sadar ketika
tahu budaya ini diambil secara terang-terangan oleh Negara asing, tetapi ketika
asset tersebut masih ditangan kita, kita justru melupakannya. Apalagi pemuda
sebagai kader bangsa saat ini, ketika mereka ditawari untuk bermain atau bahkan
mendengarkan saja alunan music angklung mereka lebih memilih untuk mendengar
music asing diluar dari music budaya negeri sendiri. Mereka lebih suka
mendengarkan music jazz,pop ataupun rock yang music tersebut adalah jelas milik
dari budaya barat bukan budaya bangsa kita. Tapi ketika angklung diambil
menjadi seni kebudayaan bangsa lain, bangsa ini menjadi marah seakan-akan tidak
terima ketika seni atau kebudayaa bangsa ini diambil. Padahal apabila dilihat
angklung mungkin kan lebih berkembang di Negara luar karena bangsa luar lebih
ingin mempelajari dan mengembangkan angklung tersebut sebagai alat music.
Tapi ironis dinegara Indonesia sedikit sekali
bahkan hanya orang-orang tertentu yang dapat bermain angklung, atau disini
lebih ditekankan hanya orang-orang tua saja yang dapat bermain dan membuat
angklung, sedangkan kaderisasi kepada pemuda untuk dapat bermain dan membuat
angklung hampir hilang dan tidak ada. Sebagian besar dari mereka mungkin kan
berpikir hal tersebut telang kuno dan using, bukan jamannya lagi untuk bermain
angklung. Orientasi pemikiran mereka lebih suka untuk bermain gitar,piano, drum
atau alat music yang pastinya lebih sering tampil di televise,internet,majalah
atau media elektronik dan media cetak masa kini. Mungkin hal ini adalah contoh
kecil mengenai pudarnya rasa nasionalisme di dada pemuda bangsa Indonesia
dilihat dari segi seni budaya. Ironis ketika bangsa dan pemuda Indonesia mudah
untuk terprovokasi tanpa bercermin terlebih dahulu kepada diri sendiri. Dilihat
dai contoh kasus diatas,dalam hal ini penulis menyebutkan bahwa nasionalisme di
dalam dada pemuda Indonesia masa kini adalah nasionalisme semu yang hadir dalam
bentuk kesadaran dari diri sendiri tapi lebih mudah sadar ketika ikut
terprovokasi atau sebagai ajang ikut-ikutan oleh suatu oknum provokator atau
komunitas tertentu untuk kepentingan sepihak atau pribadi.
Ekonomi Nasionalis di Era
Globalisasi
Ekonomi di era globalisasi ini akan jelas terasa
sekali terhadap nasionalisme bangsa Indonesia. Dilihat dari system dagang di
era global modern saat ini dapat dilihat segi positf dan negative. Segi positif
bangsa ini bisa untuk lebih termotivasi untuk berkarya dengan bangsa lain dan
juga Negara akan mendapatkan dana dari penjualan eksport import. Tapi dari segi
negative justru lebih dapat dirasakan dampak dari perekonomian global. Didukung
dengan paham kapitalis yang telah menunggangi system perekonomian global saat
ini menjadikan pedagang-pedagang rakyat kecil mati kehabisan modal dan minat
dan terinjak oleh pemilik modal kaum kapitalis. Hal ini diakibatkan dari pemuda
bangsa Indonesia saat ini lebih suka dengan produk asing dan untuk mencintai
produk dalam negeri, produk Indonesia minatnya berkurang dan semakin
menghilang. Maka hal tersebut kembali kepada rasa nasionalisme yang ada di dada
pemuda Indonesia. Dilihat dari kehidupan pemuda saat ini, pemuda Indonesia
lebih senang untuk memakai produk luar negeri, tidak dipungkiri lagi alasannya
sederhana yaitu produk dari luar negeri memiliki harga yang lebih murah dan
kualitas yang sama bahkan lebih baik dari produksi negeri sendiri. Pemuda
Indonesia saat ini lebih senang untuk berbelanja di supermarket atau shooping
di Mall ataupun plasa yang memilki bangunan dan tingkat kenyamanan yang lebih
baik dari pada mereka berbelanja dan shooping di pasar rakyat atau pasar
tradisional. Mereka mungkin lebih mementingkan kenyamanan yang supermarket,mall
ataupun plasa yang mereka berikan kepada pengunjung dan pelanggan, mulai dari
keadaan tempat,fasilitas dan keamanan mereka berikan lebih dari pada koperasi
atau pasar tradisional walaupun mereka harus membayar sedikit lebih mahal.
Tapi dibalik itu mereka tidak melihat dampak dari
apa yang telah mereka lakukan dapat mematikan ekonomi rakyat. Mereka melupakan
tradisi nenek moyang atau orang-orang tua mereka untuk membangun suasana
paguyuban atau kekeluargaan dalam esensi dari adanya system perekonomian rakyat
mulai dari koperasi maupun pasar tradisional. Dari hal tersebut mereka juga
merupakan rasa persatuan dan kebersamaan antara penjual dan pembeli yang dapat
diperoleh dalam perekonomian kerakyatan. Mereka tidak akan mendapatkan cara
tawarmenawar di dalam supermarket, mereka juga tidak dapat mendapatkan rasa
persaudaraan dan kebersamaan antara penjual dan pembeli di supermarket. Di
supermarket yang di dapatkan adalah semboyan “aku ambil aku bayar” setelah itu
selesai tanpa adanaya ikatan sama sekali. Dari sini untuk menerapkan semboyan
“aku cinta produk Indonesia “ pun akan sulit di terapkan dan akan hilang.
Pemuda-pemuda Indonesia yang lebih cenderung untuk berbelanja mengunjungi mall
atau supermarket dari pada pasar akan lebih konsumtif terhadap sayuran atau
buah hasil dari produksi keluaran pabrik dengan label yang berkualitas dan
diakui dari pada produksi dalam negeri yang terkadang hasil dari jerih payah
seorang ibu-ibu atau bapak-bapak yang dari pagi-pagi buta datang ke pasar
menjajakan sayuran atau buah yang ia petik sendiri dari kebunnya di desa.
Walaupun hasil yang dimakan adalah sama merupakan hasil dari alam dan bumi
Indonesia, hanya bedanya mungkin hasil alam dan bumi Indonesia di eksport
terlebih dahulu kemudian di jual kembali di Indonesia dalam produk jadi.
Jelas pemuda Indonesia saat ini sebagian besar
lebih percaya terhadap label kualitas yang telah tersertifikasi diakau seperti
yang ada di mall atau supermarket dari pada hasil bumi rakyat kecil tanpa disertai
dengan label dan sertifikasi standar seperti yang ada di pasar tradisional.
Maka yang perlu ditekankan disini adalah kepercayaan bangsa terhadap produk
bangsa sendiri masihlah kurang dan perlu ditinjau kembali. Pemerintah juga
lebih baik untuk tetap terus mendukung ekonomi kerakyatan, dengan melindungi
mereka dari kaum kapitalis, dengan memperbaiki sarana pasar, menambah fasilitas
dan memberikan peningkatan kualitas hasil bumi yang di panen oleh rakyat.
Sehingga pasar rakyat kembali hidup dan hasil produk dalam negri yang mereka
hasilkan bisa lebih dipercaya, berkualitas dan lebih dicintai oleh bangsa
sendiri.
Dibalik Kepemimpinan Masa Kini
Atas Nama Nasionalisme
Kepemimpinan sangatlah berpengaruh terhadap
nasionalisme di Indonesia. Pemimpin adalah orang tertinggi dan memiliki
pengaruh yang besar di sekitarnya. Sebaiknya sikap pemimpin memberikan contoh
yang baik kepada bawahannya atau anak buahnya karena seorang pemimpin sendiri
adalah ibara cerminan dari apa yang ia pimpin. Begitu juga pada kepemimpinan
saat ini banyak dari bupati dan menteri bahkan pejabat Negara haruslah bisa
memberikan contoh nasionalisme di Indonesia kepada rakyat. Kasus yang tampak
saat ini adalah ketika rasa nasionalisme di pakai untuk kepentingan politik
yang akan di manfaatkan secara sepihak. Atas nama nasionalisme mereka berebut
kursi di tatanan kepemerintahan. Atas nama nasionalisme mereka rebut simpati
rakyat untuk mendukung mereka agar terpilih di kursi kepemerintahan. Padahal
apa yang disebut dengan nasionalisme kewarganegaraan atau nasionalisme sipil
adalah sejenis nasionalisme dimana Negara memperoleh kebenaran politik dan
penyertaan aktif rakyatnya “kehendak rakyat” untuk mencapai kepentingan
bersama. Oleh Nurani Soyomukti disadur dari argument Bung Karno nasionalime untuk
memperalat rakyat demi proyek maupun kepentingan sendiri disebut dengan
nasionalisme borjuis. Sehingga saat ini rakyat juga semakin sadar akan
nasionalisme palsu yang dibuat oleh kaum borjuis. Ketika terjadi ajang
pemilu,yang merupakan ajang nasionalisme dalam menggerakkan rakyat, tapi justru
pemilu ditinggalkan rakyat di Indonesia. Hal ini dapat di lihat pemilu di
Indonesia dari tahun ke tahun angka golput semakin banyak. Hal ini diakibatkan
kepercayaan rakyat terhadap pemimpin semakin berkurang, karena jika dapat di
pikirkan kembali tentu saja seseorang tidak ingin melakukan suatu pekerjaan
yang nantinya tidak berpengaruh terhadap nasib mereka.
Apabila dahulu pemimpin selalu melindungi dan
memperjuangkan rakyat dari imperialism, maka saat ini walaupun bangsa ini telah
merdeka secara berdaulat tapi tak dapat dipungkiri lagi bangsa ini masih tampak
terjajah walaupun dengan cara halus. Dan perbedaannya adalah ketika dahulu
pemimpin Indonesia selalu memperjuangkan dan melindungi rakyat dari imperialism
maka pemimpin sekarang lebih bersifat menutup-tutupi imperialism tersebut.
Penjualan saham-saham Negara terhadap asing merupakan wujud dari imperialisme
secara halus sehingga rakyat kecil akan menjadi korban dari kaum kapitalis
pemilik modal, negara tidak lagi memeiliki hak penuh terhadap suatu asset
Negara karena sebagian bahkan ada yang seluruhnya saham negara telah terjual
dan dibeli oleh asing. Maka pemimpin kedepan di harapkan lebih menyadarinya
terlebih dahulu keadaan bangsa saat ini. Dan kunci dari nasib bangsa ini
kedepan adalah di tangan pemuda yang dapat membawa bangsa ini menjadi lebih
baik. Jiwa-jiwa pemuda haruslah diasah kepekaannnya dan pemikirannya, agar
harapannya tercipta pemimpin-pemipin pemuda terdahulu yang memilki pemikiran
nasionalis sederhana seperti Bung Karno yaitu menciptakan bangsa yang mandiri,
karena nasionalisme akan tumbuh di dada bangsa yang tidak tergantung dari
bangsa lain. Salah satu prinsip bung Karno adalah tri sakti yang berarti
“mandiri di bidang ekonomi, berdaulat dibidang politik dan berkepribadian di
bidang kebudayaan.
Cermin Kehidupan Sosial Masa Kini
Dalam Nasionalisme Pemuda Indonesia
Kehidupan sosial di Indonesia saat ini terpaku
pada kehidupan di era modern. Pemuda masa kini berbeda dengan pemuda masa lalu.
Kebanggaan pemuda terhadap negara Indonesia telah terkikis, cara hidup pemuda
yang lebih mengikuti gaya hidup seperti yang ada di televisi atau media cetak
maupun elektronik saat ini menyebabkan rasa bangga kepada Negara ini dapat
dikalahkan oleh kebanggaan mereka terhadap teknologi dan gaya hidup asing yang
lebih terbaru dan terkesan modern. Banyak hal dalam kehidupan sosial mereka
mulai dari aspek budaya dan ekonomi yang telah di jelaskan diatas. Kehidupan
sosial sekarang lebih memotivasi bagaimana cara kita untuk bisa lebih baik maju
seperti Negara lain yang kita tapi terkadang kita lupa akan kehidupan sosial
dan budaya yang kita miliki sebelumnya. Berusaha untuk menjadi bangsa yang
dapat bercermin dari Negara lain tanpa kita harus hanyut didalamnya atau bangkan
lupa akan tanah kelahiran.
Bila kita bercermin pada Negara Cina dengan apa
yang disebut dengan nasionalisme etnis. Cina merupakan Negara yang besar dengan
jumlah populasi penduduk yang banyak. Disana terkenal adalah orang-orang
Tionghoa. Sebelum Cina menjadi Negara adidaya, cina adalah Negara miskin. Tapi
kemudian warga negaranya menyebar berdagang di seluruh penjuru dunia.
Berdirinya Negara singapura yang menjadi pusat perdagangan dunia tak lepas dari
Inggris dan usaha tionghoa untuk menjadikan Negara Singapura menjadi Negara
maju. Tetapi rasa keterikatan rasa kebangsaan orang-orang perantauan china di
singapura juga tidak lupa dengan tanah kelahirannya. Orang-orang sukses
tionghoa di Negara asing juga tetap membantu China menjadi Negara besar sampai
sekarang ini. Mereka juga dapat menjadi Negara maju tanpa melupakan identitas
mereka sebagai orang cina bahkan kebudayaan mereka pun seperti barongsai juga
dapat mereka lestarikan selain di negara sendiri juga di negara yang lain.
Diharapkan juga begitu dengan Indonesia sebagai, ketika banyak dari pelajar
Indonesia yang pergi ke luar negri jangan anggap mereka sebagai penghianat,
sebenarnya koruptor lah penghianat bangsa sebenarnya. Anggaplah mereka pelajar
atau delegasi Negara sebagai saudara kita. Bukan lah kita berpikir dari sudut
pandang negative saja tetapi juga di lihat dari sudut pandang positif. Ketika
mereka berada di luar negri anggaplah mereka dapat untuk menjadi duta bangsa
sehingga mereka juga dapat membangun hubungan kerjasama antar satu Negara dengan
Negara yang lain. Sehingga mereka juga dapat berperan untuk membangun Negara
kita menjadi yang lebih baik.
Mengantipsipasi Menipisnya
Nasionalisme di Indonesia Masa Kini
Guna menghindari menipisnya bahkan menghilangnya
rasa Nasionalisme di Indonesia saat ini sesuai dengan gagasan penulis diatas
maka penulis memberikan masukan yang bisa diterapkan di masyarakat guna
mencegah dan tetap mengokohkan nilai nasionalisme di Indonesia:
- Lebih selektif terhadap paham Liberal dan
Sekuler serta adanya Globalisasi yang ada di Indonesia saat ini.
- Kerjasama media elektronik maupun media cetak
dengan pemerintah agar media lebih mempelihatkan kepada masyarakat
mengenai pentingnya cinta produk Indonesia.
- Peningkatan Fasilitas sarana dan prasarana
Ekonomi kerakyatan
- Peningkatan mutu dan kualitas hasil produk
dalam negri
- Membangun paradigma positif terhadap
Negara Indonesia
- Jangan mudah terprovokatori oleh sesuatu yang
belum pasti
- Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai
Pancasila dengan sebaik- baiknya.
- Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama
dengan sebaik- baiknya.
- Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan
menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
Dengan adanya cara-cara mengantisipasi menipisnya
Nasionalisme di Indonesia pada masa kini maka diharapkan bangsa Indonesia tidak
kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia. Dan tetap memilki rasa
untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara untuk mewujudkan
satu konsep untuk kepentingan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar