Latar
Belakang Ketahanan Nasional dalam Era Globalisasi
Kehidupan bangsa Indonesia di Era Globalisasi, di tandai oleh era perdagangan bebas, dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu. Ditengah-tengah usaha itu untuk memperbaiki perekonomian, bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap produk dalam negeri. Kita harus sadar dan bangga bahwa produksi dalam negeri tidak kalah dengan produksi luar negeri.
Di era globalisasi ini persaingan begitu ketat dan tajam pada semua aspek kehidupan. Dibidang ideologi, kehancuran komunisme di Eropa Timur memungkinkan liberalisme – kapitalisme mendominasi dunia. Di bidang politik, pengaruh negara-negara besar sulit di elakan. Dibidang ekonomi, perdagangan bebas menyebabkan produksi lokal terpental. Di bidang sosial budaya, pola hidup dan budaya hedonistic (maunya enak, senang saja) mewarnai semua lapisan dan lingkungan masyarakat. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan penguasaan teknologi persenjataan bukan lagi jaminan keamanan melainkan cenderung sebagai ancaman.
Dalam kondisi seperti itu, maka hanya orang, masyarakat bangsa dan negara yang memiliki kualitas sajalah yang berpeluang memenangkan persaingan tersebut dan kunci untuk mencapai itu adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan di dukung oleh teguhnya pendirian, loyal pada bangsa dan negara. Terikat pada tekad, cinta pada tugas, dan semua itu dilakukan sebagai wujud cinta pada tanah air.
Upaya Pemerintah menghadapi Era Globalisasi dan perkembangan IPTEK
Dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan IPTEK, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan seperti termuat dalam GBHN sebagai berikut :
Kehidupan bangsa Indonesia di Era Globalisasi, di tandai oleh era perdagangan bebas, dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu. Ditengah-tengah usaha itu untuk memperbaiki perekonomian, bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap produk dalam negeri. Kita harus sadar dan bangga bahwa produksi dalam negeri tidak kalah dengan produksi luar negeri.
Di era globalisasi ini persaingan begitu ketat dan tajam pada semua aspek kehidupan. Dibidang ideologi, kehancuran komunisme di Eropa Timur memungkinkan liberalisme – kapitalisme mendominasi dunia. Di bidang politik, pengaruh negara-negara besar sulit di elakan. Dibidang ekonomi, perdagangan bebas menyebabkan produksi lokal terpental. Di bidang sosial budaya, pola hidup dan budaya hedonistic (maunya enak, senang saja) mewarnai semua lapisan dan lingkungan masyarakat. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan penguasaan teknologi persenjataan bukan lagi jaminan keamanan melainkan cenderung sebagai ancaman.
Dalam kondisi seperti itu, maka hanya orang, masyarakat bangsa dan negara yang memiliki kualitas sajalah yang berpeluang memenangkan persaingan tersebut dan kunci untuk mencapai itu adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan di dukung oleh teguhnya pendirian, loyal pada bangsa dan negara. Terikat pada tekad, cinta pada tugas, dan semua itu dilakukan sebagai wujud cinta pada tanah air.
Upaya Pemerintah menghadapi Era Globalisasi dan perkembangan IPTEK
Dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan IPTEK, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan seperti termuat dalam GBHN sebagai berikut :
Bidang
Ekonomi
Kebijakan
bidang ekonomi dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai
berikut :
•
Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi
dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif
sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di
setiap daerah terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan,
pertambangan, pariwisata, serta industri kecil serta kerajinan rakyat.
• Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan Persaingan global dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat, dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.
• Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan Persaingan global dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat, dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.
Bidang
Politik
Kebijakan
bidang politik dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai
berikut :
•
Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi
pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara
berkembang mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan
dalam segala bentuk, serta kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
• Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, AFEC dan WTO.
• Memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan Nasional di Forum Internasional.
• Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, AFEC dan WTO.
• Memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan Nasional di Forum Internasional.
Bidang
Agama
Kebijakan
bidang Agama dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai
berikut :
•
Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan
agama, sehingga lebih terpadu dan integral dengan sistem pendidikan nasional
dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
• Meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan untuk memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa, serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
• Meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan untuk memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa, serta memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bidang
Pendidikan
Kebijakan
bidang Pendidikan dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan
IPTEK antara lain :
•
Meningkatkan kemampuan akademik dan kesejahteraan tenaga kependidikan sebagai
tenaga kependidikan sebagai tenaga pendidikan mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga pendidikan.
• Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
• Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Bidang
Sosial Budaya
Kebijakan
bidang sosial budaya dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi dan perkembangan
IPTEK sebagai berikut :
•
Mengembangkan dan membina kebudayaan Nasional bangsa Indonesia yang bersumber
dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai
universal, termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka
mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan berbangsa dan
bernegara.
•
Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotika dan
obat-obat terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada produsen,
pengedar dan pemakai.
•
Melindungi segenap generasi muda dari bahaya destruktif, terutama bahaya
penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang dan narkotika lainnya melalui
gerakan pemberantasan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya
penyalahgunaan narkotika.
Membangun
Masyarakat Indonesia Modern Sesuai Budaya Bangsa
Kemerdekaan memberikan kesempatan kepada bangsa kita untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Dengan berpedoman pada Pancasila, bangsa Indonesia membangun masyarakat Indonesia modern sesuai budaya bangsa.
Kemerdekaan memberikan kesempatan kepada bangsa kita untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Dengan berpedoman pada Pancasila, bangsa Indonesia membangun masyarakat Indonesia modern sesuai budaya bangsa.
Terwujudnya
masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya asing, maju
dan sejahtera, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang didukung
oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, Bertakwa, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai IPTEK serta berdisiplin.
Dalam visi GBHN 1999 menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan menjadi ukuran segala upaya pemodernan masyarakat. Keberhasilan pembangunan senantiasa harus dinilai berdasarkan kenyataan sejauh mana proses dan juga hasil-hasil pembangunan telah mengangkat martabat manusia Indonesia. Martabat manusia hendaklah menjadi ukuran terhadap keberhasilan gerak pembangunan, namun ironisnya kadang-kadang atas nama modernitas pembangunan tidak jarang justru diwarnai dengan tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia, misalnya :
Dalam visi GBHN 1999 menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan menjadi ukuran segala upaya pemodernan masyarakat. Keberhasilan pembangunan senantiasa harus dinilai berdasarkan kenyataan sejauh mana proses dan juga hasil-hasil pembangunan telah mengangkat martabat manusia Indonesia. Martabat manusia hendaklah menjadi ukuran terhadap keberhasilan gerak pembangunan, namun ironisnya kadang-kadang atas nama modernitas pembangunan tidak jarang justru diwarnai dengan tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia, misalnya :
• Perlakuan
sewenang-wenang terhadap buruh dan rakyat kecil
• Penggusuran permukiman penduduk secara paksa demi mendirikan bangunan prestisius.
• Penggusuran permukiman penduduk secara paksa demi mendirikan bangunan prestisius.
•
Tindak kekerasan
•
Pencemaran lingkungan
•
Penyelewengan pemanfaatan teknologi
•
Upaya mendorong masyarakat bersikap materialistik dan hedonistic melalui
berbagai iklim
Itulah
kenyataan yang sebenarnya, terwujudnya masyarakat Indonesia yang modern dan
manusiawi harus terus diperjuangkan. Dengan berbekal kemampuan IPTEK yang
tangguh serta wawasan kemanusiaan yang luas kita siap menapaki era globalisasi
dan kemajuan IPTEK menuju masyarakat Indonesia yang manusiawi.
Kehidupan yang Diharapkan dalam Pembangunan di Era Globalisasi
Kehidupan yang diharapkan dalam Era Globalisasi
Kehidupan yang Diharapkan dalam Pembangunan di Era Globalisasi
Kehidupan yang diharapkan dalam Era Globalisasi
Ketika
pembangunan kita memasuki era globalisasi diperkirakan kita hidup dalam suasana
penuh persaingan, perdagangan bebas, dan hubungan antar bangsa yang semakin
terbuka. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang dan memadai. Dengan
demikian, gambaran kehidupan yang sesuai dengan era itu antara lain sebagai
berikut :
•
Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, antara lain tercermin dari kemampuan profesionalismenya
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
•
Semakin handalnya sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari dalam negeri
yang berarti semakin kecil ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar
negeri.
• Kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok agar tidak menimbulkan berbagai keraguan.
• Kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok agar tidak menimbulkan berbagai keraguan.
•
Ketahanan ekonomi yang tangguh dan memiliki daya saing tinggi.
•
Etos kerja dan disiplin masyarakat yang tinggi.
Selain
itu, perlu diperhatikan juga situasi internasional. Baik situasi politik,
ekonomi, maupun keamanan. Karena hal itu akan dapat mempengaruhi perkembangan
kehidupan kita baik langsung ataupun tidak langsung. Dan pada akhirnya akan
dapat mengganggu tercapainya sasaran pembangunan nasional.
1. Perobahan peradaban.Ada satu ungkapan yang perlu
disimak bahwa “hampir setiap orang senantiasa mengamati dan mencermati
perubahan cepat peradaban dunia ini, tetapi hanya sedikit diantara mereka yang
memperhatikan perubahan pada dirinya sendiri”. “Every body thing of the world
change, but they never mind of theirs own changes”.
Berbicara tentang Nasionalisme tentu tidak terlepas dengan hal ikhwal yang berkaitan dengan jati diri bangsa itu sendiri. Faham tentang kebangsaan secara ideologis akan mengikat komunitas suatu masyarakat yang membangsa dan menegara dengan ciri-ciri dan identitas khas bangsa tersebut. Jati diri ke-Indonesiaan itu harus dipertahankan sebagai nilai-nilai budaya dan peradaban yang bersumber dari tanah air sendiri yang membuat bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang mudah terapung diatas gelombang arus dan buihnya perubahan dunia.
Berbicara tentang Nasionalisme tentu tidak terlepas dengan hal ikhwal yang berkaitan dengan jati diri bangsa itu sendiri. Faham tentang kebangsaan secara ideologis akan mengikat komunitas suatu masyarakat yang membangsa dan menegara dengan ciri-ciri dan identitas khas bangsa tersebut. Jati diri ke-Indonesiaan itu harus dipertahankan sebagai nilai-nilai budaya dan peradaban yang bersumber dari tanah air sendiri yang membuat bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang mudah terapung diatas gelombang arus dan buihnya perubahan dunia.
Banyak pakar menilai bahwa globalisasi itu adalah
suatu proses yang misterius, bahkan teka-teki yang dapat memancing diskusi
berkepanjangan. Prof. George Lodge dari Harvard Business School menilai “tidak
satupun pakar didunia ini mampu memprediksi arah globalisasi, kecuali ia utusan
dari langit”.
Bagaimana tidak misterius bila suatu bangsa selalu mendapat kejutan peristiwa yang berdampak luas baik dalam lingkungan lokal, regional maupun internasional.
Mungkin kita terkejut beberapa waktu lalu para buruh pabrik produk elektronik Sony di Jakarta mendadak terkena PHK dan kemudian perusahaan itu hengkang (relokasi industrinya) ke luar Indonesia. Di bagian lain sekian banyak karyawan PT. Indosat berdemo karena sebagian besar saham Indosat dijual kepada Perusahaan Singapura. Begitu pula soal pencabutan subsidi BBM, melonjaknya harga minyak mentah dunia, mahalnya “power supply” listrik, dan lain-lain menjadi lebih menyedihkan. Peristiwa aktual penyerangan AS dan Inggris ke Irak, rencana “preemtive strike” Jepang kepada silo-silo rudal di Korea Utara, membuat peristiwa demi peristiwa silih berganti dan mengejutkan dunia. Semua itu adalah fenomena sosial maupun politik yang terus berubah, baik di lingkungan dekat kita maupun yang jauh disana.
Fenomena sosial yang mencuat yakni tumbuhnya sifat inter-koneksitas, inter-dependensi antar bangsa dan sifat-sifat saling mempengaruhi kian lama makin menguat. Tidak bisa dalam suatu peristiwa maupun tragedi hanya dirasakan bangsa sendiri, paling tidak akan terjadi transparansi dan dengan wahana multi media, maka tersebarlah peristiwa itu ke seluruh pelosok dunia.
Dikatakan teka-teki karena sukar diprediksi. Berbagai antisipasi yang dilakukan suatu bangsa menghadapi perkembangan politik, ekonomi, budaya dan keamanan cenderung meleset. Isu sentral tentang Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup yang dulu dipelopori oleh bangsa-bangsa barat/Eropa dengan menempatkan dirinya seolah-olah sebagai negara maju, kampiun HAM dan demokrasi, ternyata di awal abad 21 ini semuanya memudar dan diingkari sendiri. Contoh aktual adalah serangan AS – Inggris dan sekutunya yang memerangi Irak, yang cenderung tidak mengenal batas-batas perikemanusiaan.
Bagaimana tidak misterius bila suatu bangsa selalu mendapat kejutan peristiwa yang berdampak luas baik dalam lingkungan lokal, regional maupun internasional.
Mungkin kita terkejut beberapa waktu lalu para buruh pabrik produk elektronik Sony di Jakarta mendadak terkena PHK dan kemudian perusahaan itu hengkang (relokasi industrinya) ke luar Indonesia. Di bagian lain sekian banyak karyawan PT. Indosat berdemo karena sebagian besar saham Indosat dijual kepada Perusahaan Singapura. Begitu pula soal pencabutan subsidi BBM, melonjaknya harga minyak mentah dunia, mahalnya “power supply” listrik, dan lain-lain menjadi lebih menyedihkan. Peristiwa aktual penyerangan AS dan Inggris ke Irak, rencana “preemtive strike” Jepang kepada silo-silo rudal di Korea Utara, membuat peristiwa demi peristiwa silih berganti dan mengejutkan dunia. Semua itu adalah fenomena sosial maupun politik yang terus berubah, baik di lingkungan dekat kita maupun yang jauh disana.
Fenomena sosial yang mencuat yakni tumbuhnya sifat inter-koneksitas, inter-dependensi antar bangsa dan sifat-sifat saling mempengaruhi kian lama makin menguat. Tidak bisa dalam suatu peristiwa maupun tragedi hanya dirasakan bangsa sendiri, paling tidak akan terjadi transparansi dan dengan wahana multi media, maka tersebarlah peristiwa itu ke seluruh pelosok dunia.
Dikatakan teka-teki karena sukar diprediksi. Berbagai antisipasi yang dilakukan suatu bangsa menghadapi perkembangan politik, ekonomi, budaya dan keamanan cenderung meleset. Isu sentral tentang Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup yang dulu dipelopori oleh bangsa-bangsa barat/Eropa dengan menempatkan dirinya seolah-olah sebagai negara maju, kampiun HAM dan demokrasi, ternyata di awal abad 21 ini semuanya memudar dan diingkari sendiri. Contoh aktual adalah serangan AS – Inggris dan sekutunya yang memerangi Irak, yang cenderung tidak mengenal batas-batas perikemanusiaan.
Invasi AS dan sekutunya ke Irak, sama sekali tidak
berlandaskan hukum internasional (ilegal) tidak mematuhi seruan PBB, tidak
mendengar unjuk rasa dan demonstrasi di berbagai belahan bumi ini, yang
menentang agresinya ke Irak. Sebagai pertanda bahwa adikuasa telah merasa “hyper
power” yang menerapkan hukum rimba dengan leluasa, tidak lagi memperhatikan dan
menghormati HAM dan menghancurkan negara berdaulat. Pada sisi lain terjadi
“ironi demokratisasi” sementara orang berpikir dan berharap banyak tentang
nuansa demokrasi yang serba sehat, bebas dan dijamin hak asasinya, tetapi
nyatanya tidak membuat masyarakat menjadi sejahtera dan tenteram hidupnya.
Para pengamat politik mengartikulasikan demokrasi, ada dua konotasi, pertama bahwa demokrasi sebagai suatu sistem yang menjamin kebebasan lewat berbagai mekanisme politik, dan kedua, demokrasi sebagai budaya politik yang berdasarkan pada kehidupan plural (pluralisme) (Kompas, 01 April 2003). Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan. Pada kalimat terakhir itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
Para pengamat politik mengartikulasikan demokrasi, ada dua konotasi, pertama bahwa demokrasi sebagai suatu sistem yang menjamin kebebasan lewat berbagai mekanisme politik, dan kedua, demokrasi sebagai budaya politik yang berdasarkan pada kehidupan plural (pluralisme) (Kompas, 01 April 2003). Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan. Pada kalimat terakhir itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
2. Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Bangsa
Indonesia.
Dari aspek ideologi, Pancasila yang merupakan “way
of life” bangsa Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius, bukan saja
orang enggan bicara tentang Pancasila, tetapi justru nilai-nilai yang
terkandung didalamnya nyaris tidak lagi dihayati dan diamalkan. Mungkin hal ini
adalah akibat dan sikap traumatis dari pengalaman masa lalu, atau dapat pula
karena terlahir generasi baru yang telah menganggap bahwa Pancasila sudah tidak
bermakna lagi.
Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini, dapat kita amati fenomenanya antara lain :
Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini, dapat kita amati fenomenanya antara lain :
• Terjadinya kemerosotan (dekadensi) moral, watak,
mental dan perilaku/ etika hidup bermasyarakat dan berbangsa terutama pada
generasi muda.
• Gaya hidup yang Hedonistik, materialistik
konsumtif dan cenderung melahirkan sifat ketamakan atau keserakahan, serta
mengarah pada sifat dan sikap individualistik.
• Timbulnya gejala politik yang berorientasi
kepada kekuatan, kekuasaan dan kekerasan, sehingga hukum sulit ditegakkan.
• Persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, beda
pendapat yang berujung bermusuhan, anti terhadap kritik serta sulit menerima
perubahan yang pada akhirnya cenderung anarkhis.
• Birokrasi pemerintahan terlihat semakin arogan
berlebihan, cenderung KKN dan sukar menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat.
Pemberan-tasan korupsi yang berakar pada birokrasi ini yang terasakan amat
sulit karena telah membudaya.
Perkembangan sistem politik di Indonesia
menunjukkan tatanan yang makin amburadul, walaupun orang berkilah karena
dianggap masih masa transisi, sehingga apapun yang terjadi di tengah masyarakat
ini dianggap pula wajar. Tetapi sebenarnya sistem politik kita cenderung
mengarah kepada ketidak serasian dan perpecahan bangsa. Pengertian kedaulatan
di tangan rakyat makin disalah artikan, sehingga tumbuh menjamurnya berbagai
partai politik yang pernah tercatat hingga lebih dari 100 partai akan
menyulitkan untuk melaksanakan Pemilu. Kepemimpinan nasional yang kurang
berwibawa dalam menghadapi masalah-masalah besar, ditambah pula kondisi
birokrasi pemerintahan yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme,
menjadikan keberadaan pemerintah menghadapi cercaan masyarakat. Dinilai tidak
mampu mengendalikan mekanisme kerja jajarannya dan mungkin pada gilirannya
nanti bisa menjadi “lumpuh”. Budaya politik yang melahirkan primordialisme
sempit dan khususnya bagi partai yang berkuasa hanya berorientasi pada
kekuasaan dan pemaksaan kehendak, maka mereka tidak pernah lagi memikirkan
nasib rakyat secara keseluruhan. Selama lima tahun berkuasa dapat diamati bahwa
kemakmuran dan kesejahteraan hanya ada pada partai yang berkuasa itu, sambil
terus mengupayakan agar bagaimana dapat memenangkan Pemilu berikutnya dan
merebut kekuasaan lagi.
Pada aspek ekonomi, boleh disoroti bahwa selama
“era reformasi” ini apakah pemerintah telah mampu meletakkan dasar-dasar dan
landasan pembangunan ekonomi yang kuat ? Dengan masih dirasakan terjadinya
fluktuasi moneter, tidak adanya tambahan investasi, kecilnya minat asing untuk
menanamkan modal di Indonesia dan belum bangkitnya sektor riil, akan semakin
mempersempit peluang kerja, meluasnya gejala PHK, tidak tertampungnya angkatan
kerja baru dan lengkap sudah kemiskinan, pengangguran dan kebodohan menimpa
rakyat kita.
Kecenderungan akselerasi perekonomian global yang
bebas menembus batas negara, melalui banjirnya produk, jasa, dana dan informasi
ke berbagai pelosok dunia, menjadikan Indonesia hanya sebagai sasaran dan arena
pemasaran. Sementara produk dalam negeri mengalami kelesuan sulit menembus
pasar di luar negeri. Produk-produk luar negeri dengan kualitas yang baik dan
harga yang relatif murah, terus masuk dengan dilandasi komitmen “free trade”.
Kondisi ekonomi yang melanda Indonesia saat ini juga disebabkan oleh iklim
politik, penegakan hukum, dan keamanan yang tidak menunjang. Stabilitas nasional
selalu terganggu, keamanan usaha tidak terlindungi, akibatnya produktivitas
anjlok.
Pada bagian lain, terutama aspek sosial budaya
dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama pada bidang
komunikasi, transportasi dan informasi telah merubah paradigma sosial begitu
cepat, khususnya aspek budaya. Meluasnya masyarakat majemuk yang sangat
heterogen, baik dari segi suku, agama, adat istiadat, kebiasaan dan
perilakunya. Walaupun ada segi positifnya, namun tidak sedikit akibat negatif
yang ditimbulkan. Kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia, sulitnya orang
mencari keadilan, kriminalitas yang berkadar tinggi, serta kebringasan sosial
yang seringkali sulit dikendalikan semua itu menunjukkan bahwa kita belum mampu
mengendalikan perobahan tersebut. Perobahan sosial berikutnya bahwa pluralitas
tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang
kemajemukan itu ditandai dengan adanya sinergi dari peran, fungsi dan
profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi
individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun mereka
berprestasi.
Pembangunan pendidikan di semua strata/level belum menghasilkan lulusan yang optimal baik dari segi penguasaan ilmu dan keterampilan maupun budi pekerti mereka. Polemik yang berkembang sekarang adalah soal anggaran pembangunan pendidikan yang terlalu kecil. Minimnya sarana, prasarana dan degradasi kualitas tenaga pengajar. Belum lagi perobahan kurikulum dan tentang kesejahteraan guru atau dosen.
Pembangunan pendidikan di semua strata/level belum menghasilkan lulusan yang optimal baik dari segi penguasaan ilmu dan keterampilan maupun budi pekerti mereka. Polemik yang berkembang sekarang adalah soal anggaran pembangunan pendidikan yang terlalu kecil. Minimnya sarana, prasarana dan degradasi kualitas tenaga pengajar. Belum lagi perobahan kurikulum dan tentang kesejahteraan guru atau dosen.
Di bidang keamanan, masih sangat memprihatinkan.
Sebagai “limbah” dari berbagai permasalahan hidup, maka derajat kriminalitas
sekarang ini sangat “menakutkan”, mengganggu ketentraman dan kenyamanan hidup
bermasyarakat. Kasus-kasus kriminal yang berkembang saat ini justru sudah tidak
lagi memperhatikan hak asasi manusia dan naluri kemanusiaan. Kejahatan yang
dilakukan oleh manusia sudah tidak seuai dengan harkat kemanusiaan itu sendiri.
3. Esensi Nasionalisme Indonesia yang harus
Dipertahankan.
Sesungguhnya nilai-nilai nasionalisme (faham
tentang kebangsaan) itu bersumber dari sosio-kultural bangsa dan bumi
Indonesia. Sekalipun akan mengalami interaksi dengan dunia luar dalam era
globalisasi, tetapi hakekatnya tidak boleh berubah. Seperti halnya nilai-nilai
Pancasila sebagai esensi pertama, secara intrinsik tidak akan berubah, apalagi
hal itu memiliki nilai-nilai mendasar dan sebagai “way of life” bangsa
Indonesia, serta sebagai dasar Negara Republik Indonesia akan tetap dapat
dipertahankan. Sekalipun saat ini mengalami pasang surut dan mungkin sedikit
“memudar” sifatnya tentu sementara.
Esensi kedua adalah UUD’ 45 sebagai sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, akan tetap menjadi kaidah utama. Kita sadari
dan di implementasi-kan bahwa untuk menata negara dan masyarakat diperlukan berbagai
undang-undang dan peraturan yang tentunya harus bersumber pada Undang-Undang
Dasar ini. Faham kebangsaan kita menyadari dengan sepenuhnya, bahwa semua tata
kehidupan bangsa, harus telah tertuang dan teratur didalam pasal-pasal
Undang-Undang Dasar tersebut. Hal ini sekaligus merupakan komitmen kita bersama
dalam mendirikan Negara Republik Indonesia.
Esensi ketiga adalah Rasa cinta tanah air dan rela berkorban. Sebagai bangsa yang merdeka karena perjuangan melawan penjajah dan telah mengorbankan jiwa raga beribu-ribu pahlawan bangsa, maka rasa kebangsaan kita harus dilandasi oleh tekad dan semangat terus berupaya mencintai tanah air Indonesia dengan segala isi yang terkandung didalamnya sepanjang masa. Karena hanya dengan rasa cinta tanah air, bangsa ini akan tetap utuh dan akan rela berkorban pula bagi kejayaan bangsa dan Negaranya. Sekalipun “hujan emas” di negeri orang tentu tidak seindah hidup di negeri sendiri, walaupun serba menghadapi kesulitan dan kemiskinan.
Esensi ketiga adalah Rasa cinta tanah air dan rela berkorban. Sebagai bangsa yang merdeka karena perjuangan melawan penjajah dan telah mengorbankan jiwa raga beribu-ribu pahlawan bangsa, maka rasa kebangsaan kita harus dilandasi oleh tekad dan semangat terus berupaya mencintai tanah air Indonesia dengan segala isi yang terkandung didalamnya sepanjang masa. Karena hanya dengan rasa cinta tanah air, bangsa ini akan tetap utuh dan akan rela berkorban pula bagi kejayaan bangsa dan Negaranya. Sekalipun “hujan emas” di negeri orang tentu tidak seindah hidup di negeri sendiri, walaupun serba menghadapi kesulitan dan kemiskinan.
Esensi keempat adalah rasa persatuan dan kesatuan
bangsa didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang sekarang
terkoyak-koyak dan nyaris menghadapi disintegrasi. Pengaruh globalisasi sangat
besar, eforia-reformasi, telah membuat bangsa Indonesia hampir-hampir
kehilangan arah dan tujuan. Ide sparatisme dan upaya-upaya memisahkan diri dari
NKRI oleh beberapa daerah, adalah contoh nyata yang perlu kita cegah. Kalau ide
tersebut dibiarkan berkembang maka Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami
ancaman yang serius. Sudah tentu hal tersebut mengingkari akar nilai-nilai
persatuan dan kesatuan, yang telah dirintis oleh para pendahulu Republik ini.
Esensi kelima tentang wawasan kebangsaan yang
bersumber dari wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional hendaknya terus dapat
melekat pada hati dan dihayati sepenuhnya oleh warga Negara Indonesia, sehingga
tertanam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang sarwa Nusantara, merangkul
semua kepentingan dan mengarahkan pada cita-cita dan tujuan pembangunan
Nasional.
Yang terakhir adalah disiplin nasional. Bangsa yang ingin maju dan mandiri harus memiliki disiplin nasional yang tinggi. Nasionalisme berakar pula pada budaya disiplin bangsa tersebut. Justru antara disiplin nasional dan nasionalisme, merupakan dua sisi mata uang yang saling berpengaruh. Makna dan esensi disiplin nasional akan terlihat pada disiplin para penyelenggara Negara, tertib dan lancarnya pelayanan masyarakat, serta dalam berbagai kehidupan sehari-hari.
Yang terakhir adalah disiplin nasional. Bangsa yang ingin maju dan mandiri harus memiliki disiplin nasional yang tinggi. Nasionalisme berakar pula pada budaya disiplin bangsa tersebut. Justru antara disiplin nasional dan nasionalisme, merupakan dua sisi mata uang yang saling berpengaruh. Makna dan esensi disiplin nasional akan terlihat pada disiplin para penyelenggara Negara, tertib dan lancarnya pelayanan masyarakat, serta dalam berbagai kehidupan sehari-hari.
4. Bagaimana Memupuk Nasionalisme di tengah-tengah
Gelombang Pengaruh Globalisasi ?
Upaya memupuk nasionalisme agar tidak rentan,
mudah pudar dan bahkan terkikis habis dari “dada bangsa Indonesia” tentu perlu
keseriusan dan optimisme. Ada sasanti di beberapa lembaga pendidikan yang
mungkin pernah kita dengar atau dilihat, bahwa dalam rangka kaderisasi
calon-calon pemimpin bangsa, hendaknya terus dimantapkan “dwi warnapurwa –
cendekia wusana”. Secara sepintas inti maksudnya adalah untuk menciptakan
kader-kader pemimpin bangsa ini, agar memiliki rasa dan jiwa nasionalisme yang
tinggi dan serta berpikir cerdas dan patriotik. Merah putih lebih dulu, baru
kecakapan intelektualitas dan kecendikiawanan yang tinggi untuk melengkapinya.
Tidak kita inginkan dimasa datang banyak pemimpin kita cakap dan cerdas tetapi
tidak memiliki jiwa kejuangan atau mentalnya lemah. Walaupun pengaruh
globalisasi “mendera” dan “melarutkan” apa saja yang ada dimuka bumi ini, tentu
tidak boleh larut dan tersapu semua nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme
tersebut. Oleh sebab itu yang perlu dipupuk pada dasarnya adalah jati diri
Bangsa Indonesia. Beberapa esensi jatidiri antara lain :
a. Bangsa Indonesia Sebagai Bangsa Pejuang dan Anti Penjajah.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, telah menjadi pelajaran dan melegitimasi citra Bangsa Indonesia, dimata dunia, bahwa Bangsa Indonesia akan tetap dikenal sebagai bangsa yang anti penjajah dan rela berkorban bagi kejayaan bangsanya. Semangat ini dipupuk terus dengan penerusan implementasi nilai-nilai, melalui wahana pendidikan di berbagai strata bagi generasi penerus bangsa.
a. Bangsa Indonesia Sebagai Bangsa Pejuang dan Anti Penjajah.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, telah menjadi pelajaran dan melegitimasi citra Bangsa Indonesia, dimata dunia, bahwa Bangsa Indonesia akan tetap dikenal sebagai bangsa yang anti penjajah dan rela berkorban bagi kejayaan bangsanya. Semangat ini dipupuk terus dengan penerusan implementasi nilai-nilai, melalui wahana pendidikan di berbagai strata bagi generasi penerus bangsa.
Tidak boleh bosan-bosan menanamkan sikap anti
penjajah ini bagi generasi muda, karena di pundak merekalah masa depan bangsa
ini akan kita wariskan.
b. Bangsa Indonesia Cinta damai dan Lebih Cinta
Kemerdekaan.
Dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, senantiasa terus menggalang persatuan dunia menuju pada tata kehidupan dunia yang lebih damai dan sejahtera. Itulah jati diri Bangsa Indonesia sebagai lambang Nasionalisme dan sekaligus Internasionalisme sebagai bangsa yang aktif dan turut serta untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi.
Dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, senantiasa terus menggalang persatuan dunia menuju pada tata kehidupan dunia yang lebih damai dan sejahtera. Itulah jati diri Bangsa Indonesia sebagai lambang Nasionalisme dan sekaligus Internasionalisme sebagai bangsa yang aktif dan turut serta untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi.
Di dalam situasi seperti sekarang ini dimana dunia
sedang “terancam perang” di berbagai belahan benua, maka di pandang perlu
Indonesia tampil dan memelopori usaha-usaha perdamaian melalui berbagai forum
Internasional bersama-sama bangsa lain yang sejalan.
c. Sebagai Bangsa Indonesia yang Berbudaya Luhur
ramah dan bersahabat.
Keluhuran budaya Indonesia terletak pada karakter dan citra bangsa yang ramah dan bersahabat. Karena kita anti penjajah dan cinta perdamaian, maka memupuk pesahabatan antar bangsa menjadi motivasi dan langkah-langkah kongkrit untuk merealisasikan cita-cita perdamaian. Budaya demikian itu terus di pupuk, di kembangkan dan dipromosikan ke semua bangsa di dunia ini, agar keberadaan Indonesia dan perannya dapat mengangkat derajat dan martabat bangsa Indonesia.
Keluhuran budaya Indonesia terletak pada karakter dan citra bangsa yang ramah dan bersahabat. Karena kita anti penjajah dan cinta perdamaian, maka memupuk pesahabatan antar bangsa menjadi motivasi dan langkah-langkah kongkrit untuk merealisasikan cita-cita perdamaian. Budaya demikian itu terus di pupuk, di kembangkan dan dipromosikan ke semua bangsa di dunia ini, agar keberadaan Indonesia dan perannya dapat mengangkat derajat dan martabat bangsa Indonesia.
Budaya Nasional yang merupakan akumulasi dari
puncak-puncak budaya daerah, hendaknya terus dapat dipelihara dan dijaga
kelestariannya. Hanya bangsa yang bisa mempertahankan jati diri dan budaya
Nasionalnya yang akan bisa menjadi bangsa yang besar.
d. Kesetaraan dan Kemandirian Perlu Dipupuk Terus
Untuk Mengejar Ketinggalan.
Martabat Bangsa Indonesia adalah ingin setara/sejajar dengan bangsa-bangsa lain, oleh karena itu upaya untuk mengejar kemajuan dan kemandirian adalah suatu tekad dan semangat yang tidak boleh terputus sekalipun menghadapi berbagai kendala. Persaingan antar bangsa akan semakin terlihat pada persaingan kualitas sumber daya manusianya dan bukan saja pada sumber daya alamnya.
Martabat Bangsa Indonesia adalah ingin setara/sejajar dengan bangsa-bangsa lain, oleh karena itu upaya untuk mengejar kemajuan dan kemandirian adalah suatu tekad dan semangat yang tidak boleh terputus sekalipun menghadapi berbagai kendala. Persaingan antar bangsa akan semakin terlihat pada persaingan kualitas sumber daya manusianya dan bukan saja pada sumber daya alamnya.
Selain hal-hal normatif dan mendasar yang masih
menuntut aktualisasi dan representasi tersebut, terdapat juga komitmen dan
tekad baru yang kini tampak sebagai “trend” dan fenomena cemerlang untuk
memelihara nasionalisme.
Pertama, keunggulan kompetitif sumber daya manusia (SDM). Sebenarnya tidak kurang bibit unggul dan kader potensial dari putra-putri Indonesia yang kelak diharapkan dapat menjadi patriot-patriot pembangunan dan mampu membawa Indonesia ke pintu gerbang kegemilangan dan kejayaan. Berbagai sekolah unggulan dan lulusan pendidikan di dalam maupun di luar negeri terbukti cukup apresiatif dan bahkan telah mampu menjuarai berbagai olympiade sains dan teknologi. Putra-putri seperti inilah yang bisa membagi kebanggaan. Tidak sedikit manager muda berbakat pada lembaga pemerintah ataupun swasta dengan menampilkan kepiawaian manajemen. Hal ini tentu dapat memberikan semangat kepada generasi baru yang akan datang lebih dapat memacu diri untuk berprestasi dan bangga akan teman-teman sebangsanya.
Kedua, Pluralitas yang menghasilkan sinergisme. Kemajemukan bangsa Indonesia yang kian hari kian terbentuk secara alami dan menuju pada sikap inklusif dari berbagai suku agama, ras dan golongan, akan terus berkembang pesat dan bahkan tak mungkin dihambat. Kecenderungan masa kini dan dimasa yang akan datang integrasi bangsa Indonesia tidak lagi terfocus pada faktor suku, agama, ras dan golongan tersebut, tetapi lebih mengarah pada integrasi dan sinergi yang lebih maju, yakni berkaitan dengan peran, fungsi dan profesi orang per orang maupun dalam hubungan kelompok. Dimasa yang akan datang orang tidak lagi bertanya “kamu dari mana, suku apa, dan agamanya apa ?” tetapi lebih banyak pada pertanyaan “kamu memiliki kemampuan dan skill” apa atau keahlian dan profesi apa, yang bisa di ajak bekerja sama untuk menghasilkan suatu karya. Disini akan tersirat sikap dan sifat-sifat saling memberi dan saling menerima segala macam perbedaan yang pada muaranya akan dapat melahirkan rasa bangga dan nasionalisme yang luas.
Ketiga, semangat tidak kenal menyerah dan tahan uji. Ada berbagai ungkapan dan perasaan sebagian besar bangsa Indonesia yang tetap tahan uji dan cukup membanggakan. Berbagai musibah bencana dan malapetaka terus datang silih berganti, seperti yang kita rasakan datangnya “tsunami”, tanah longsor, bencana banjir, flu burung, demam berdarah, busung lapar dan lain sebagainya namun tetap membuat kita tawakal dan berusaha untuk mengatasi secara bergotong royong baik antara Pemerintah dan lembaga resmi/tidak resmi maupun solidaritas antar masyarakat sendiri.
Pertama, keunggulan kompetitif sumber daya manusia (SDM). Sebenarnya tidak kurang bibit unggul dan kader potensial dari putra-putri Indonesia yang kelak diharapkan dapat menjadi patriot-patriot pembangunan dan mampu membawa Indonesia ke pintu gerbang kegemilangan dan kejayaan. Berbagai sekolah unggulan dan lulusan pendidikan di dalam maupun di luar negeri terbukti cukup apresiatif dan bahkan telah mampu menjuarai berbagai olympiade sains dan teknologi. Putra-putri seperti inilah yang bisa membagi kebanggaan. Tidak sedikit manager muda berbakat pada lembaga pemerintah ataupun swasta dengan menampilkan kepiawaian manajemen. Hal ini tentu dapat memberikan semangat kepada generasi baru yang akan datang lebih dapat memacu diri untuk berprestasi dan bangga akan teman-teman sebangsanya.
Kedua, Pluralitas yang menghasilkan sinergisme. Kemajemukan bangsa Indonesia yang kian hari kian terbentuk secara alami dan menuju pada sikap inklusif dari berbagai suku agama, ras dan golongan, akan terus berkembang pesat dan bahkan tak mungkin dihambat. Kecenderungan masa kini dan dimasa yang akan datang integrasi bangsa Indonesia tidak lagi terfocus pada faktor suku, agama, ras dan golongan tersebut, tetapi lebih mengarah pada integrasi dan sinergi yang lebih maju, yakni berkaitan dengan peran, fungsi dan profesi orang per orang maupun dalam hubungan kelompok. Dimasa yang akan datang orang tidak lagi bertanya “kamu dari mana, suku apa, dan agamanya apa ?” tetapi lebih banyak pada pertanyaan “kamu memiliki kemampuan dan skill” apa atau keahlian dan profesi apa, yang bisa di ajak bekerja sama untuk menghasilkan suatu karya. Disini akan tersirat sikap dan sifat-sifat saling memberi dan saling menerima segala macam perbedaan yang pada muaranya akan dapat melahirkan rasa bangga dan nasionalisme yang luas.
Ketiga, semangat tidak kenal menyerah dan tahan uji. Ada berbagai ungkapan dan perasaan sebagian besar bangsa Indonesia yang tetap tahan uji dan cukup membanggakan. Berbagai musibah bencana dan malapetaka terus datang silih berganti, seperti yang kita rasakan datangnya “tsunami”, tanah longsor, bencana banjir, flu burung, demam berdarah, busung lapar dan lain sebagainya namun tetap membuat kita tawakal dan berusaha untuk mengatasi secara bergotong royong baik antara Pemerintah dan lembaga resmi/tidak resmi maupun solidaritas antar masyarakat sendiri.
Begitu pula tatkala menghadapi “ancaman” negara
lain dalam bentuk pelanggaran perbatasan, penyerobotan pulau, bahkan penghinaan
oleh kelompok bangsa tertentu, ternyata kita tahan uji dan bahkan mampu membangkitkan
semangat Nasionalisme yang tinggi untuk menghadapi semuanya.
Keempat, semangat demokrasi menjadi pilihan bersama. Era demokratisasi, sudah membangkitkan tekad dan semangat baru bagi bangsa Indonesia untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat. Negara demokrasi sebagai pilihan tepat karena dari sinilah akan lahir bingkai-bingkai sehat, dimana orang-orang bersepakat dan bersama-sama dalam menentukan pilihan bersama. Dengan demikian tata kehidupan berdemokrasi inilah yang akan menjadi semangat baru dan semangat bersama generasi penerus bangsa Indonesia yang sekaligus akan menjadi semangat nasionalisme yang kental dalam era yang baru.
Keempat, semangat demokrasi menjadi pilihan bersama. Era demokratisasi, sudah membangkitkan tekad dan semangat baru bagi bangsa Indonesia untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat. Negara demokrasi sebagai pilihan tepat karena dari sinilah akan lahir bingkai-bingkai sehat, dimana orang-orang bersepakat dan bersama-sama dalam menentukan pilihan bersama. Dengan demikian tata kehidupan berdemokrasi inilah yang akan menjadi semangat baru dan semangat bersama generasi penerus bangsa Indonesia yang sekaligus akan menjadi semangat nasionalisme yang kental dalam era yang baru.
Kelima, semangat desentralisasi dan otonomi
daerah. Kebijakan Pemerintah dalam upaya desentralisasi kekuasaan kepada
daerah-daerah dan memberikan otonomi yang luas kepada tiap-tiap daerah, akan
melahirkan semangat kebebasan dan semangat kemandirian untuk membangun
daerahnya masing-masing. Ada kompetisi didalamnya, tetapi juga tuntutan kreativitas
di masing-masing daerah untuk lebih maju dan semakin dapat mensejahterakan
masyarakatnya.
Disentralisasi tidak boleh mengarah pada federalisme apalagi memecah belah integrasi Nasional. Otonomi daerah juga tidak boleh mengarah kepada disintegrasi bangsa. Oleh karena itu rambu-rambu untuk tetap dapat menjaga utuhnya NKRI harus difahami bersama dan didasari oleh semangat demokrasi, integralistik dan wawasan kebangsaan Indonesia yang lebih mendalam.
Disentralisasi tidak boleh mengarah pada federalisme apalagi memecah belah integrasi Nasional. Otonomi daerah juga tidak boleh mengarah kepada disintegrasi bangsa. Oleh karena itu rambu-rambu untuk tetap dapat menjaga utuhnya NKRI harus difahami bersama dan didasari oleh semangat demokrasi, integralistik dan wawasan kebangsaan Indonesia yang lebih mendalam.
5. Penutup.
Sebagai kesimpulan secara umum bahwa Nasionalisme
bangsa Indonesia belum memudar, sekalipun saat ini didera oleh pengaruh
globalisasi dan liberalisasi serta proses demokratisasi. Tantangan baru ini
harus dihadapi dengan serius dan optimisme, bilamana tidak di pupuk kembali dan
tidak mendapat dorongan semangat baru oleh para pemimpin bangsa ini, maka tidak
mustahil faham tentang kebangsaan ini akan tersapu oleh peradaban baru yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur sosio-kultural bangsa kita.
Hanya tekad dan semangat yang disertai usaha yang serius melalui wahana pendidikan akan dapat diharapkan mampu melestarikan semangat nasionalisme. Tidak salah kiranya bahwa perhatian para pemimpin, tokoh masyarakat, serta seluruh komponen kekuatan bangsa untuk bersama-sama membenahi sistem pendidikan nasional, agar mampu menghasilkan lulusan/hasil didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat membawa kemajuan dan kejayaan di era Indonesia baru.
Pada sisi lain sosialisasi nilai-nilai Intrinsik nasionalisme melalui berbagai lembaga dan masyarakat harus terus diupayakan. Karena generasi bangsa ini terus diperbarui oleh generasi baru yang menuntut pemahaman yang hakiki.
Hanya tekad dan semangat yang disertai usaha yang serius melalui wahana pendidikan akan dapat diharapkan mampu melestarikan semangat nasionalisme. Tidak salah kiranya bahwa perhatian para pemimpin, tokoh masyarakat, serta seluruh komponen kekuatan bangsa untuk bersama-sama membenahi sistem pendidikan nasional, agar mampu menghasilkan lulusan/hasil didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat membawa kemajuan dan kejayaan di era Indonesia baru.
Pada sisi lain sosialisasi nilai-nilai Intrinsik nasionalisme melalui berbagai lembaga dan masyarakat harus terus diupayakan. Karena generasi bangsa ini terus diperbarui oleh generasi baru yang menuntut pemahaman yang hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar