Sabtu, 31 Maret 2012

Urgensi Nasionalisme Pemuda Indonesia


Nasionalisme bukanlah suatu paham yang baru di republik ini, dengan nasionalisme republik ini menjadi satu, bermartabat, dan merdeka.  Nasionalisme bukan hanya diwujudkan dengan semangat kesatuan dan rasa bangga warga negara terhadap negaranya, namun juga diwujudkan dengan sikap bela negara yang tinggi dari ancaman dari dalam maupun dari luar baik berupa tekanan langsung maupun tekanan yang bersifat tidak langsung.
Pemuda disebutkan oleh banyak pihak sebagai agent of change, hal ini didasarkan karena besarnya peran pemuda direpublik ini. Pemuda seringkali sangat berperan dalam mengubah sejarah republik ini, yang mana Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa pemuda Indonesia memang selalu menjadi pelopor dan memimpin bangsanya dalam berbagai tahap perjuangan. Sebut saja tercetusnya Kebangkitan nasional tahun 1908 yang dipelopori oleh orang-orang muda, sumpah pemuda tahun 1928 yang merupakan alat perekat bangsa jelas juga karya para pemuda, Proklamasi 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dipelopori kaum muda, dan Demikian pula reformasi tahun 1998 juga dipelopori oleh para pemuda.
Jadi bisa di katakan bahwa Pemuda merupakan salah satu segmentasi umur yang paling menentukan kemajuan sebuah bangsa. Pemuda seringkali identik dengan generasi yang kaya akan ide, mimpi, semangat, dan idealisme dalam membangun bangsa. Pemuda merupakan cikal bakal pimpinan di masa depan karena Seringkali sebuah negara akan berkembang atau maju apabila negara tersebut memiliki pemuda yang berprestasi dan ada pula negara yang akan hancur apabila pemudanya tidak mempunyai suatu kualifikasi yang jelas akan cita-cita bangsa
Berdasarkan Proyeksi Departemen Pemuda dan Olahraga tanggal 25 Mei 2009, menunjukkan akan terjadi penambahan yang signifikan pada jumlah pemuda di Indonesia pada tahun 2015. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah pemuda Indonesia adalah  74.808.200 jiwa atau bertambah sekitar 700 ribu jika dibandingkan dengan jumlah pemuda pada tahun 2009 yang berjumlah sekitar 74.127.200 jiwa. Sehingga kalau dikalkulasikan dapat disimpulkan bahwa dari 237,512,352 penduduk Indonesia (data perkiraan 24 januari 2009), 74.808.200 (31%) adalah pemuda. Angka 31% merupakan angka yang cukup besar, dimana 31% dapat menjadi angka yang dominan dalam pembangunan bangsa.
Oleh karena itu, pemuda bisa dikatakan sebagai pelopor perubahan dimanapun berada. Peran pemuda adalah penentu sejarah perjalanan suatu bangsa. Sejarah Indonesia telah membuktikan peran pemuda tersebut. Namun, timbul suatu pertanyaan : apa dan bagaimana kontribusi pemuda untuk masa depan Indonesia ?, bagaimana kondisi pemuda indonesia ?, dan masih adakah jiwa nasionalisme pendahulunya pada diri pemuda indonesia sekarang ?
Pada awalnya, Globalisasi memang identik dengan fenomena ekonomi. Namun dengan berkembang dan semakin rumitnya kehidupan masyarakat, membuat globalisasi secara langsung tidak hanya berkaitan dengan fenomena ekonomi, namun juga fenomena-fenomena lainnya seperti politik, sosial, dan budaya. Globalisasi menghasilkan banyak sekali resiko-resiko baru yang belum pernah ada sebelumnya, terutama resiko terhadap pemuda. Sebut saja, mudahnya nilai-nilai barat yang masuk lewat internet, antene parabola maupun televisi. Disatu pihak memang menguntungkan, karena akan mempercepat proses belajar masyarakat menuju ke tingkat moderenisme. Namun di pihak lain dampak negatif yang ditimbulkan globalsiasipun tidak kalah banyak. Globalisasi mengakibatkan semakin memudarnya apresiasi pemuda terhadap nilai-nilai budaya lokal, sehingga melahirkan gaya hidup individualistis (kepentingan diri sendiri), pragmatisme (yang menguntungkan), hedonisme (kenikmatan sesaat), permisif (membiarkan yang dianggap tabu), bahkan konsumerisme (lebih senang memakai daripada membuat). Sehingga semangat gotong royong yang salama ini dibangga-banggakan akan menjadi semakin luntur, begitu pula rasa solidaritas, kepedulian dan kesetiakawanan sosia. Sehingga dalam keadaan tertentu (musibah, kecelakaan, sakit, dll) hanya ditangani segelintir orang (kurang ada kebersamaan). Globalisasi juga mengakibatkan semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal ini tentu saja membawa dampak yang besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya pemuda. Sebagai negara berkembang, Indonesia sangat rentan akan pengaruh dari luar bahkan terkesan kita mempunyai daya imitasi yang lebih tinggi namun daya seleksi rendah. Sehingga kesannya kita menerima seluruh kebudayaan asing yang masuk tanpa difertilisasi terlebih dahulu.
Lihat saja di berbagai wilayah bangsa Indonesia, pemuda mereka terkesan lebih percaya diri dan lebih merasa gaul apabila berbicara bahasa Inggris dibandingkan bahasa ibunya sendiri, bahasa indonesia. Contoh lain, lihatlah pemuda Indonesia yang lebih merasa bergaya apabila memakai produk-produk impor daripada memakai produk buatan dalam negeri. Mereka lebih menyukai pertunjukan seni dan budaya luar daripada seni budaya nusantaranya sendiri. Mereka lebih menyukai musik-musik barat daripada musik-musik dalam negeri, begitu pula halnya dengan film dan buku.
Apa yang salah dengan kreasi budaya dalam negeri ?. Bukankah apabila kita melestarikan budaya dan kreasi dalam negeri, sama halnya dengan kita melestarikan bangsa ?. Karena, secara tidak langsung kita memberikan kontribusi kepada negara baik berupa dana dari pembelian produk buatan dalam negeri sampai semangat pelaku industri budaya untuk tetap mempertahankan eksistensi mereka dalam berkreasi.
Lalu apa yang terjadi saat budaya yang mereka abaikan tersebut diklaim oleh negara lain ?. Wah, mereka bakalan seperti kebakaran jenggot dan bakalan sangat marah dan bahkan mengumpat dengan kata-kata kotor. Tidakkah mereka sadar apabila dari awalnya mereka tetap setia dan melestarikan budaya yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang dan leluhur bangsa ini, tidak akan ada kejadian pengklaiman. Jika mereka tetap setia memakai batik misalnya, menonton wayang, memakan masakan rendang-kah misalnya, bahkan setia menyaksikan pertunjukan reog ponorogo dan tari pendet, tidak ada satu negarapun yang berani mengambil budaya tersebut. Namun lain halnya dengan sekarang, mereka lebih senang memakai pakaian gaya harajuku-kah namanya, gaya british-kah namanya, ataupun pakaian dengan merek-merek terkenal yang notabene dibuat oleh negara-negara lain. Bahkan, mereka sanggup untuk keluar negeri hanya untuk membeli merek pakaian yang tidak ada di Indonesia. Tidakkah mereka sadar bahwa uang yang mereka buang percuma untuk keluar negeri tersebut sangat berarti  bagi saudara-saudara kita yang sedang kesusahan ?. Tidakkah mereka sadar bahwa masih banyak saudara-saudara mereka yang membutuhkan uluran tangan mereka ?.
Lain lagi dengan pertunjukan wayang, pada akhir-akhir ini pertunjukan wayang biasanya hanya dipenuhi oleh generasi tua, bukan generasi muda, kemana generasi muda ?. Banyak generasi muda akhir-akhir ini beranggapan bahwa kemapanan generasi tua menghambat berlangsungnya proses perubahan (modernisasi budaya) yang sesuai dengan semangat zaman, sehingga tidak jarang terjadi kesenjangan pandangan hidup dan moral antargenerasi yang nyatanya tidak mudah diatasi.
Coba kita tanya kepada diri kita sendiri mana yang lebih disukai drama percintaan Mahabrata dan Srikandi atau Romeo dan Juliet ?. Mana yang lebih menarik, melihat film perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, atau film Transformers, Gladiators, The Lord of The Rings, dsb. Begitu pula dengan makanan tradisional bangsa, kalau melihat perkembangan akhir-akhir ini kita akan menemukan sebuah stigma yang miris di kalangan generasi muda yang tinggal di perkotaan. Mereka akan sangat malu jika belum mencoba Sushi ataupun makanan-makanan lainnya yang berasal dari luar. Bukan berati kita tidak boleh memakan masakan luar, boleh, tapi bukankah lebih baik kalau kita melestarikan masakan tradisional kita sebelum dicaplok pihak lain. Bukankan lebih baik kalau kita beramai-ramai makan di warteg atau restoran padang daripada makan di restoran jepang. Karena, kita harus sadar sebagai pemuda kitalah kunci kesuksesan negara Indonesia, kalau bukan kita yang melestarikan budaya yang telah diwariskan pendahulu kita, siapa lagi. Kalau bukan pemuda yang bangga akan keasrian Indonesia, siapa lagi.
Pemuda Indonesia saat ini harus kembali menampakkan kontribusinya kepada negara sekaligus kembali menorehkan tinta emas dalam sejarah bangsa, Peran pemuda dalam setiap episode sejarah tentu berbeda. Skenario yang akan dimainkan pasti tidak sama karena kebutuhannya pun sudah berbeda dari waktu sebelumnya. kali ini tidak dengan sumpah pemuda, tidak dengan reformasi  namun dengan menjaga dan meningkatkan semangat nasionalisme untuk senantiasa melestarikan produk dan budaya dalam negeri. Karena tantangan sudah semakin rumit, globalisasi sudah semakin tidak terkendali. Jadi, sebagi pemuda mari kita siapkan diri dengan menyiapkan mental, sikap, kemampuan dan mempelajari lebih jauh tentang bangsa Indonesia baik budayanya, sejarahnya, maupun cita-cita bangsa kedepan. Kerena ditangan pemudalah Bangsa yang kita cintai ini akan ditiitipkan untuk dijaga, dikelola, dan dilanjutkan.
Apapun dan bagaimanapun, kontribusi pemuda dibutuhkan oleh bangsa ini. Kita tidak bisa menilai bahwa yang duduk dalam kekuasaan memiliki kontribusi yang lebih besar daripada mereka yang aktif untuk memberdayakan masyarakat. Jabatan atau kedudukan bukanlah tujuan. Keduanya hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Kita menyadari banyaknya tantangan yang harus dihadapi dan rintangan yang harus diatasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam, untuk mewujudkan kemajuan yang kita dambakan.
Akhir kata, pemuda kapanpun dan dimanapun ia berada adalah harapan bagi bangsanya. Harapan untuk perbaikan dan kemajuan ada di tangan mereka. Oleh karena itu, pemuda harus memiliki idealisme yang tinggi untuk bisa menanggung beban yang diberikan di pundaknya. Mari kita bangun kembali bangsa ini dengan jiwa nasionalisme yang tinggi untuk kedepannya Indonesia yang lebih baik. Karena dengan jiwa nasionalisme yang tinggi, pemuda dapat menjadi motor pendorong, akselerator, ujung tombak sekaligus aktor dalam pengambilan keputusan. Mari kita jaga apa yang telah ada agar tidak ada lagi yang mencurinya.
Marilah kita bersandar dari kata-kata mantan presiden Amerika Serikat John F. Keneddy “Do not ask what the country has been given to us, but ask what we have done to the country” (Jangan tanya apa yang telah negara berikan kepada kita, namun tanyakan apa yang telah kita berikan kepada negara).
Pemuda yang baik adalah pemuda yang selalu mendukung bangsanya dan selalu bangga akan bangsanya dan juga memberikan manfaat  kepada bangsanya. Kita harus sadar bahwa kita adalah pemuda, jika kita sedang beraksi tidak ada yang tidak mungkin. Tetap jaga dan tingkatkan semangat Nasionalisme membara di dalam diri kita dan terus berkarya untuk nusa dan bangsa. Hidup pemuda INDONESIA !!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar