Sabtu, 31 Maret 2012

Nasionalisme dalam Pandangan Pemuda


Indonesia adalah suatu Negara yang didalamnya terdiri dari berbagai suku bangsa dan menempati suatu wilayah yang merupakan wilayah kepulauan terluas di dunia. Maka Negara Indonesia membutuhkan suatu rasa kebangsaan yang disebut dengan nasionalime. Nasionalime adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Hal ini dapat dilihat di Negara Indonesia yang dimana ketika itu bangsa Indonesia berjuang untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, hal ini sama halnya dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan  sebuah Negara, dengan konsep yang sebagaimana terdapat pada teks proklamasi yang telah dibacakan pada hari Jum’at tanggal 17 agustus 1945 di Jakarta. Pada waktu itu rakyat Indonesia memiliki rasa nasionalime yang kuat, dari sabang sampai merauke rakyat Indonesia menantikan moment tersebut yang kini diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia.



Pada waktu itu adalah titik puncak perjuangan para pahlawan dan pemuda untuk memperjuangkan bangsa indonesai dalam satu kesatuan sebagai Negara yang berdaulat dan lepas dari penjajahan bangsa lain. Tapi kini di era moderenisasi Indonesia, nasionalime yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan dan nenek moyang kita  dari tiga seperempat abad silam seakan-akan tidak begitu dapat kita rasakan kembali bahkan dapat dikatakan rasa nasionalime tersebut telah hilang dari dada seorang pemuda Indonesia. Hilangnya rasa nasionalisme di dada seorang pemuda Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain adalah Budaya, Ekonomi, Kepemimpinan dan Kehidupan Sosial di Indonesia masa kini.
Nasioanalisme Dalam Kebudayaan Masa Kini Di Indonesia
Budaya adalah keseluruhan sistem sosial masyarakat. Budaya masa kini di Indonesia lebih dikenal dengan budaya Moderen. Budaya modern banyak diadopsi dari budaya barat, karena hingga saat ini kiblat dari kebudayaan teknologi serta informasi masih sedang dikuasai oleh barat, yaitu Negara-negara uni Eropa dan Amerika. Sehingga otomatis didukung dengan adanya globalisasi dan paham liberal pada masa kini menyebabkan sebagian bangsa-bangsa timur mengalami krisis kebudayaan, salah satu Negara yang menerima dampak tersebut adalah Indonesia. Negara Indonesia telah mengalami krisis kebudayaan yang saat ini bisa dilihat telah mendekati masa kritis. Hal ini bisa dilihat dari pemuda-pemuda Indonesia yang telah kehilangan orientasi kebudayaan.
Didukung dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi di era modern saat ini banyak diantara pemuda Indonesia yang telah merubah gaya hidup mereka seperti yang mereka dapatkan di televise,internet, majalah atau media informasi di masyarakat yang posisinya selalu update informasi yang terbaru dan terpopuler di masa modern ini. Ditambah lagi ketika globalisasi masuk di Indonesia, seakan-akan ruang dan waktu dipersempit tidak ada batas antar satu daerah dan daerah lain dipelosok Negara di dunia. Mereka pemuda-pemuda Indonesia masa kini lebih suka dengan kebudayaan yang dikenakan oleh bangsa barat, karena pada saat ini merekalah yang berkauasa atas trendsetter peradaban di dunia dari teknologi hingga fashion serta gaya hidup. Akbat dari hal tersebut maka tanpa disadari sedikit demi sedikit rasa nasionalisme di dada para pemuda mulai hilang. Ketika kebudayaan Indonesia yang telah ada diambil oleh Negara asing maka sebagian besar dari bangsa Indonesia marah tidak terkecuali pemuda Indonesia.
Tapi mungkinkah di balik isu marahnya atau tersinggungnya bangsa Indonesia ketika kebudayaan aset Negara Indonesia di ambil oleh Negara lain dipengaruhi oleh suatu oknum yang memprovokasi bangsa serta pemuda Indonesia untuk marah kepada mereka yang telah mengambil asset budaya Negara Indonesia sebagai kepentingan pribadi mereka. Mungkin dapat dikatakan bahwa hal ini wajar tapi ironisnya adalah bangsa ini sadar ketika tahu budaya ini diambil secara terang-terangan oleh Negara asing, tetapi ketika asset tersebut masih ditangan kita, kita justru melupakannya. Apalagi pemuda sebagai kader bangsa saat ini, ketika mereka ditawari untuk bermain atau bahkan mendengarkan saja alunan music angklung mereka lebih memilih untuk mendengar music asing diluar dari music budaya negeri sendiri. Mereka lebih suka mendengarkan music jazz,pop ataupun rock yang music tersebut adalah jelas milik dari budaya barat bukan budaya bangsa kita. Tapi ketika angklung diambil menjadi seni kebudayaan bangsa lain, bangsa ini menjadi marah seakan-akan tidak terima ketika seni atau kebudayaa bangsa ini diambil. Padahal apabila dilihat angklung mungkin kan lebih berkembang di Negara luar karena bangsa luar lebih ingin mempelajari dan mengembangkan angklung tersebut sebagai alat music.
Tapi ironis dinegara Indonesia sedikit sekali bahkan hanya orang-orang tertentu yang dapat bermain angklung, atau disini lebih ditekankan hanya orang-orang tua saja yang dapat bermain dan membuat angklung, sedangkan kaderisasi kepada pemuda untuk dapat bermain dan membuat angklung hampir hilang dan tidak ada. Sebagian besar dari mereka mungkin kan berpikir hal tersebut telang kuno dan using, bukan jamannya lagi untuk bermain angklung. Orientasi pemikiran mereka lebih suka untuk bermain gitar,piano, drum atau alat music yang pastinya lebih sering tampil di televise,internet,majalah atau media elektronik dan media cetak masa kini. Mungkin hal ini adalah contoh kecil mengenai pudarnya rasa nasionalisme di dada pemuda bangsa Indonesia dilihat dari segi seni budaya. Ironis ketika bangsa dan pemuda Indonesia mudah untuk terprovokasi tanpa bercermin terlebih dahulu kepada diri sendiri. Dilihat dai contoh kasus diatas,dalam hal ini penulis menyebutkan bahwa nasionalisme di dalam dada pemuda Indonesia masa kini adalah nasionalisme semu yang hadir dalam bentuk kesadaran dari diri sendiri tapi lebih mudah sadar ketika ikut terprovokasi atau sebagai ajang ikut-ikutan oleh suatu oknum provokator atau komunitas tertentu untuk kepentingan sepihak atau pribadi.
Ekonomi Nasionalis di Era Globalisasi
Ekonomi di era globalisasi ini akan jelas terasa sekali terhadap nasionalisme bangsa Indonesia. Dilihat dari system dagang di era global modern saat ini dapat dilihat segi positf dan negative. Segi positif bangsa ini bisa untuk lebih termotivasi untuk berkarya dengan bangsa lain dan juga Negara akan mendapatkan dana dari penjualan eksport import. Tapi dari segi negative justru lebih dapat dirasakan dampak dari perekonomian global. Didukung dengan paham kapitalis yang telah menunggangi system perekonomian global saat ini menjadikan pedagang-pedagang rakyat kecil mati kehabisan modal dan minat dan terinjak oleh pemilik modal kaum kapitalis. Hal ini diakibatkan dari pemuda bangsa Indonesia saat ini lebih suka dengan produk asing dan untuk mencintai produk dalam negeri, produk Indonesia minatnya berkurang dan semakin menghilang. Maka hal tersebut kembali kepada rasa nasionalisme yang ada di dada pemuda Indonesia. Dilihat dari kehidupan pemuda saat ini, pemuda Indonesia lebih senang untuk memakai produk luar negeri, tidak dipungkiri lagi alasannya sederhana yaitu produk dari luar negeri memiliki harga yang lebih murah dan kualitas yang sama bahkan lebih baik dari produksi negeri sendiri. Pemuda Indonesia saat ini lebih senang untuk berbelanja di supermarket atau shooping di Mall ataupun plasa yang memilki bangunan dan tingkat kenyamanan yang lebih baik dari pada mereka berbelanja dan shooping di pasar rakyat atau pasar tradisional. Mereka mungkin lebih mementingkan kenyamanan yang supermarket,mall ataupun plasa yang mereka berikan kepada pengunjung dan pelanggan, mulai dari keadaan tempat,fasilitas dan keamanan mereka berikan lebih dari pada koperasi atau pasar tradisional walaupun mereka harus membayar sedikit lebih mahal.
Tapi dibalik itu mereka tidak melihat dampak dari apa yang telah mereka lakukan dapat mematikan ekonomi rakyat. Mereka melupakan tradisi nenek moyang atau orang-orang tua mereka untuk membangun suasana paguyuban atau kekeluargaan dalam esensi dari adanya system perekonomian rakyat mulai dari koperasi maupun pasar tradisional. Dari hal tersebut mereka juga merupakan rasa persatuan dan kebersamaan antara penjual dan pembeli yang dapat diperoleh dalam perekonomian kerakyatan. Mereka tidak akan mendapatkan cara tawarmenawar di dalam supermarket, mereka juga tidak dapat mendapatkan rasa persaudaraan dan kebersamaan antara penjual dan pembeli di supermarket. Di supermarket yang di dapatkan adalah semboyan “aku ambil aku bayar” setelah itu selesai tanpa adanaya ikatan sama sekali. Dari sini untuk menerapkan semboyan “aku cinta produk Indonesia “ pun akan sulit di terapkan dan akan hilang. Pemuda-pemuda Indonesia yang lebih cenderung untuk berbelanja mengunjungi mall atau supermarket dari pada pasar akan lebih konsumtif terhadap sayuran atau buah hasil dari produksi keluaran pabrik dengan label yang berkualitas dan diakui dari pada produksi dalam negeri yang terkadang hasil dari jerih payah seorang ibu-ibu atau bapak-bapak yang dari pagi-pagi buta datang ke pasar menjajakan sayuran atau buah yang ia petik sendiri dari kebunnya di desa. Walaupun hasil yang dimakan adalah sama merupakan hasil dari alam dan bumi Indonesia, hanya bedanya mungkin hasil alam dan bumi Indonesia di eksport terlebih dahulu kemudian di jual kembali di Indonesia dalam produk jadi.
Jelas pemuda Indonesia saat ini sebagian besar lebih percaya terhadap label kualitas yang telah tersertifikasi diakau seperti yang ada di mall atau supermarket dari pada hasil bumi rakyat kecil tanpa disertai dengan label dan sertifikasi standar seperti yang ada di pasar tradisional. Maka yang perlu ditekankan disini adalah kepercayaan bangsa terhadap produk bangsa sendiri masihlah kurang dan perlu ditinjau kembali. Pemerintah juga lebih baik untuk tetap terus mendukung ekonomi kerakyatan, dengan melindungi mereka dari kaum kapitalis, dengan memperbaiki sarana pasar, menambah fasilitas dan memberikan peningkatan kualitas hasil bumi yang di panen oleh rakyat. Sehingga pasar rakyat kembali hidup dan hasil produk dalam negri yang mereka hasilkan bisa lebih dipercaya, berkualitas dan lebih dicintai oleh bangsa sendiri.
Dibalik Kepemimpinan Masa Kini Atas Nama Nasionalisme
Kepemimpinan sangatlah berpengaruh terhadap nasionalisme di Indonesia. Pemimpin adalah orang tertinggi dan memiliki pengaruh yang besar di sekitarnya. Sebaiknya sikap pemimpin memberikan contoh yang baik kepada bawahannya atau anak buahnya karena seorang pemimpin sendiri adalah ibara cerminan dari apa yang ia pimpin. Begitu juga pada kepemimpinan saat ini banyak dari bupati dan menteri bahkan pejabat Negara haruslah bisa memberikan contoh nasionalisme di Indonesia kepada rakyat. Kasus yang tampak saat ini adalah ketika rasa nasionalisme di pakai untuk kepentingan politik yang akan di manfaatkan secara sepihak. Atas nama nasionalisme mereka berebut kursi di tatanan kepemerintahan. Atas nama nasionalisme mereka rebut simpati rakyat untuk mendukung mereka agar terpilih di kursi kepemerintahan. Padahal apa yang disebut dengan nasionalisme kewarganegaraan atau nasionalisme sipil adalah sejenis nasionalisme dimana Negara memperoleh kebenaran politik dan penyertaan aktif rakyatnya “kehendak rakyat” untuk mencapai kepentingan bersama. Oleh Nurani Soyomukti disadur dari argument Bung Karno nasionalime untuk memperalat rakyat demi proyek maupun kepentingan sendiri disebut dengan nasionalisme borjuis. Sehingga  saat ini rakyat juga semakin sadar akan nasionalisme palsu yang dibuat oleh kaum borjuis. Ketika terjadi ajang pemilu,yang merupakan ajang nasionalisme dalam menggerakkan rakyat, tapi justru pemilu ditinggalkan rakyat di Indonesia. Hal ini dapat di lihat pemilu di Indonesia dari tahun ke tahun angka golput semakin banyak. Hal ini diakibatkan kepercayaan rakyat terhadap pemimpin semakin berkurang, karena jika dapat di pikirkan kembali tentu saja seseorang tidak ingin melakukan suatu pekerjaan yang nantinya tidak berpengaruh terhadap nasib mereka.
Apabila dahulu pemimpin selalu melindungi dan memperjuangkan rakyat dari imperialism, maka saat ini walaupun bangsa ini telah merdeka secara berdaulat tapi tak dapat dipungkiri lagi bangsa ini masih tampak terjajah walaupun dengan cara halus. Dan perbedaannya adalah ketika dahulu pemimpin Indonesia selalu memperjuangkan dan melindungi rakyat dari imperialism maka pemimpin sekarang lebih bersifat menutup-tutupi imperialism tersebut. Penjualan saham-saham Negara terhadap asing merupakan wujud dari imperialisme secara halus sehingga rakyat kecil akan menjadi korban dari kaum kapitalis pemilik modal, negara tidak lagi memeiliki hak penuh terhadap suatu asset Negara karena sebagian bahkan ada yang seluruhnya saham negara telah terjual dan dibeli oleh asing. Maka pemimpin kedepan di harapkan lebih menyadarinya terlebih dahulu keadaan bangsa saat ini. Dan kunci dari nasib bangsa ini kedepan adalah di tangan pemuda yang dapat membawa bangsa ini menjadi lebih baik. Jiwa-jiwa pemuda haruslah diasah kepekaannnya dan pemikirannya, agar harapannya tercipta pemimpin-pemipin pemuda terdahulu yang memilki pemikiran nasionalis sederhana seperti Bung Karno yaitu menciptakan bangsa yang mandiri, karena nasionalisme akan tumbuh di dada bangsa yang tidak tergantung dari bangsa lain. Salah satu prinsip bung Karno adalah tri sakti yang berarti “mandiri di bidang ekonomi, berdaulat dibidang politik dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
Cermin Kehidupan Sosial Masa Kini Dalam Nasionalisme Pemuda Indonesia
Kehidupan sosial di Indonesia saat ini terpaku pada kehidupan di era modern. Pemuda masa kini berbeda dengan pemuda masa lalu. Kebanggaan pemuda terhadap negara Indonesia telah terkikis, cara hidup pemuda yang lebih mengikuti gaya hidup seperti yang ada di televisi atau media cetak maupun elektronik saat ini menyebabkan rasa bangga kepada Negara ini dapat dikalahkan oleh kebanggaan mereka terhadap teknologi dan gaya hidup asing yang lebih terbaru dan terkesan modern. Banyak hal dalam kehidupan sosial mereka mulai dari aspek budaya dan ekonomi yang telah di jelaskan diatas. Kehidupan sosial sekarang lebih memotivasi bagaimana cara kita untuk bisa lebih baik maju seperti Negara lain yang kita tapi terkadang kita lupa akan kehidupan sosial dan budaya yang kita miliki sebelumnya. Berusaha untuk menjadi bangsa yang dapat bercermin dari Negara lain tanpa kita harus hanyut didalamnya atau bangkan lupa akan tanah kelahiran.
Bila kita bercermin pada Negara Cina dengan apa yang disebut dengan nasionalisme etnis. Cina merupakan Negara yang besar dengan jumlah populasi penduduk yang banyak. Disana terkenal adalah orang-orang Tionghoa. Sebelum Cina menjadi Negara adidaya, cina adalah Negara miskin. Tapi kemudian warga negaranya menyebar berdagang di seluruh penjuru dunia. Berdirinya Negara singapura yang menjadi pusat perdagangan dunia tak lepas dari Inggris dan usaha tionghoa untuk menjadikan Negara Singapura menjadi Negara maju. Tetapi rasa keterikatan rasa kebangsaan orang-orang perantauan china di singapura juga tidak lupa dengan tanah kelahirannya. Orang-orang sukses tionghoa di Negara asing juga tetap membantu China menjadi Negara besar sampai sekarang ini. Mereka juga dapat menjadi Negara maju tanpa melupakan identitas mereka sebagai orang cina bahkan kebudayaan mereka pun seperti barongsai juga dapat mereka lestarikan selain di negara sendiri juga di negara yang lain. Diharapkan juga begitu dengan Indonesia sebagai, ketika banyak dari pelajar Indonesia yang pergi ke luar negri jangan anggap mereka sebagai penghianat, sebenarnya koruptor lah penghianat bangsa sebenarnya. Anggaplah mereka pelajar atau delegasi Negara sebagai saudara kita. Bukan lah kita berpikir dari sudut pandang negative saja tetapi juga di lihat dari sudut pandang positif. Ketika mereka berada di luar negri anggaplah mereka dapat untuk menjadi duta bangsa sehingga mereka juga dapat membangun hubungan kerjasama antar satu Negara dengan Negara yang lain. Sehingga mereka juga dapat berperan untuk membangun Negara kita menjadi yang lebih baik.
Mengantipsipasi Menipisnya Nasionalisme di Indonesia Masa Kini
Guna menghindari menipisnya bahkan menghilangnya rasa Nasionalisme di Indonesia saat ini sesuai dengan gagasan penulis diatas maka penulis memberikan masukan yang bisa diterapkan di masyarakat guna mencegah dan tetap mengokohkan nilai nasionalisme di Indonesia:
  1. Lebih selektif terhadap paham Liberal dan Sekuler serta adanya Globalisasi yang ada di Indonesia saat ini.
  2. Kerjasama media elektronik maupun media cetak dengan pemerintah agar media lebih mempelihatkan kepada masyarakat mengenai pentingnya cinta produk Indonesia.
  3. Peningkatan Fasilitas sarana dan prasarana Ekonomi kerakyatan
  4. Peningkatan mutu dan kualitas hasil produk dalam negri
  5. Membangun paradigma positif  terhadap Negara Indonesia
  6. Jangan mudah terprovokatori oleh sesuatu yang belum pasti
  7. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
  8. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
  9. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
Dengan adanya cara-cara mengantisipasi menipisnya Nasionalisme di Indonesia pada masa kini maka diharapkan bangsa Indonesia tidak kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia. Dan tetap memilki rasa untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara untuk mewujudkan satu konsep untuk kepentingan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar